https://drive.google.com/drive/folders/1e8kel47xTiINXcHW3chPZ24m5vHUuMXh?usp=sharing
ilmu merupakan alat atau instrumen yang sangat panting bagi manusia untuk bisa hidup lebih bijak, maka dari itu menuntut ilmu adalah wajib untuk setiap individu
Sabtu, 31 Oktober 2020
john w. creswell research design
Ebing Karmiza
https://drive.google.com/file/d/1o8fy2pp0xagH5uVKVeAcAmgJnBpOyBG7/view?usp=sharing https://books.google.co.id/books?id=aJhaDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=magnet+rezeki&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjo0NPQnd_sAhVaVH0KHeb4AuAQ6AEwAHoECAAQAg#v=onepage&q=magnet%20rezeki&f=false
Peran Sekolah dalam Mencetak Pribadi Muslim Yang baik
Ebing Karmiza
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan
merupakan sebuah sistem yang mengandung aspek visi, misi, tujuan, kurikulum,
bahan ajar, guru, murid, manajemen, sarana prasarana, biaya, lingkungan dan
lain sebagainya. Pendidikan
juga dapat diartikan sebagai upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi
peserta didik baik potensi fisik, potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar
potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar
pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan
menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis.
guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. [1]
Tujuan
pendidikan menurut Langeveld adalah membentuk manusia dewasa baik jasmani
maupun rohani. Tujuan
Pendidikan Nasional Indonesia adalah membangun manusia yang bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan selalu dapat meningkatkan kebudayaan dengan-Nya sebagai
warga Negara yang berjiwa pancasila yang mempunyai semangat dan kesadaran yang
tinggi, berbudi pekerti luhur dan berkepribadian yang kuat, cerdas, terampil
dan dapat mengembangkan dan menyuburkan tingkat demokrasi, dapat memelihara
hubungan yang baik antara sesame manusia dan dengan lingkungannya, sehat
jasmani, mampu megembangkan daya estetika, sanggup membangun diri dan
masyarakat.[2]
Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan manusia
Indonesia dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Manusia yang mempunyai takwa dan
iman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mempunyai budi pekerti yang luhur, mandiri,
kepribadian yang mantap, kesehatan rohani, dan jasmani, keterampilan dan
pengetahuan, dan terakhir mempunyai rasa tanggung jawab untuk berbangsa dan
bermasyarakat[3].
Dalam Q.S At-Taubah: 122 Allah Swt menyampaikan sebuah arti penting
kedudukan pendidikan bagi manusia,
Artinya: “Tidak sepatutnya
bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.”
Pada
ayat ini Allah Swt memerintahkan agar senantiasa ada sekelompok manusia yang memperdalam ilmu
pengetahuan meski sedang ada perintah jihad. Hal ini menunjukkan, “kebutuhan
suatu bangsa terhadap jihad dan para mujahid sama seperti kebutuhan bangsa
terhadap ilmu dan para ulama. Pada ayat tersebut ada dua point penting tujuan daripada pendidikan yaitu
memberi peringatan dan menjaga dirinya. Artinya tujuan pendidikan adalah
memberikan peringatan akan hal yang buruk dan menjaga diri dari hal yang buruk.
Jika setiap manusia bisa saling mengingatkan dan menjaga diri masing-masing
maka akan tercapailah pribadi muslim yang baik.
Tujuan
pendidikan yang paling mendasar adalah terciptanya perubahan yang diharapkan
dalam seluruh perubahan pada dunia kehidupan manusia. Dan Allah menginginkan
seluruh perubahan itu terjadi dibawah naungan al Qur’an, dibawah inspirasinya,
sehingga perubahan itu tercipta ke arah yang baik, sebagaimana sifat al Qur’an
itu sendiri[4].
Berdasarkan
pemaparan di atas artinya tujuan dari pendidikan baik dalam al-Qur’an maupun
kebijakan pemerintan menginginkan adanya
perubahan yang positif yang ingin dicapai melalui sebuah proses atau
upaya-upaya pendidikan, baik perubahan itu terjadi pada aspek tingkah laku,
kehidupan pribadi dan masyarakat, dan lingkungan luas dimana pribadi itu hidup.
Namun tentu apa yang
diharapkan dari sebuah pendidikan tidak sesuai dengan harapan, perubahan dari
aspek tingkahlaku atau pribadi yang baik di masyarakat atau di sekitar
lingkungan belum tercapai sepenuhnya. Jika melihat beberapa kasus kekerasan
yang melibatkan menjadi sebuah fenomena yang menarik.
Berdasarkan
data International Center for Research on
Women (ICRW) Pada 2015, sebanyak 84 persen siswa di Indonesia mengaku
pernah mengalami kekerasan di sekolah. Sebanyak 45 persen siswa laki-laki
menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan. Adapun
22 persen siswi menyebutkan bahwa guru dan petugas sekolah merupakan pelaku
kekerasan. Selain itu, 75 persen siswa mengakui pernah melakukan kekerasan di
sekolah. Sukiman menyebutkan, berdasarkan data United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF), 50
persen anak mengaku pernah mengalami perundungan atau bullying di sekolah.
Adapun 40 persen pelajar berusia 13-15 tahun mengaku pernah mengalami kekerasan
oleh teman sebaya[5].
Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait mengatakan,
angka kriminalitas yang dilakukan anak usia sekolah cenderung meningkat setiap
tahunnya. Dari data yang diperoleh Komnas PA, pada 2010 terjadi 2.413 kasus
kriminal anak usia sekolah. Jumlah itu kemudian meningkat di 2011, yakni
sebanyak 2.508 kasus[6].
Berdasarkan data di atas jelas
tujuan dari pendidikan tidak tercapai, adanya tindak kekerasan yang terjadi
kepada pelajar, baik sebagai pelaku maupun korban mengindikasikan adanya
kesalahan dalam proses pendidikan disekolah, karena tidak mampu menghasilkan
pribadi yang baik sesuai apa yang diharapkan oleh undang-undang dan yang
tertera dalam al-Qur’an. Maka peneliti tertarik untuk mengkaji “Peran Sekolah dalam Mencetak Pribadi Muslim
Yang baik“. Adapun pendaktan penelitian yaitu menggunakan pendekatan
psikologi pendidikan, yaitu pendekatakan yang menekankan pada aspek tingkahlaku
dan mental.
![]() |
||||
![]() |
||||
![]() |
||||
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Tujuan Pendidikan Berdasarkan Q.S At-Taubah: 122
1.
Memberi Peringatan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata
peringatan sama dengan teguran untuk memperingatkan, kenang-kenangan sesuatu
yang dipakai untuk memperingati, catatan, ingatan, mengenang. Sedangkan kata mengingatkan
bisa berarti memberi ingat atau memberi nasihat (teguran) supaya ingat akan
kewajiban
Adapun dalam kitab suci
Al-Qur’an, penyampaian pesan-pesan Allah dengan menggunakan pendekatan tabsyīr
dan indzār atau antara targhīb dan tarhīb berjalan
sangat serasi dan seimbang. Menukil pendapat Imam Al-Syāthiby (w.790H),[7] beliau menegaskan bahwa
setiap kali terdapat ayat tabsyīr atau targhīb atau ayat yang
memberikan secercah pengharapan (tarjiyah) akan selalu beriringan
dengan ayat indzār atau tarhīb atau ayat-ayat takhwīf
(menakut-nakuti) baik datang pada ayat sebelumnya, ayat setelahnya, maupun pada
satu ayat yang sama. Demikian juga sebaliknya.
Dalam
buku “ Ensiklopedi Agama dan Filsafat “ dijelaskan bahwa pemberi peringatan disebut dengan
Nadziir
yaitu seorang
yang memberikan peringatan kepada suatu umat agar berbuat baik dan menjauhi
kemaksiatan, kemungkaran dan kebathilan[8]. Dalam buku tersebut juga
disebutkan beberapa ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan Nadziir diantaranya:
Q.S Al-Fathiir (35 : 24 ) dan Q.S. Ar-Ra’du ( 13 : 7 ).
ãAqà)tur tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. Iwöqs9 tAÌRé& Ïmøn=tã ×pt#uä `ÏiB ÿ¾ÏmÎn/§ 3 !$yJ¯RÎ) |MRr& ÖÉZãB ( Èe@ä3Ï9ur BQöqs% >$yd ÇÐÈ
Artinya : “
orang-orang yang kafir berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya
(Muhammad) suatu tanda (kebesaran) dari Tuhannya?" Sesungguhnya kamu
hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang
memberi petunjuk.” ( Q. S. Ar-Ra’du : 7 )
Berdasarkan pemaparan di atas peringatan yaitu indzar tujuannya untuk memberi
peringatan dan nasehat, adapun orangnya disebut dengan nadzir. Jika dikaitkan dengan konteks dari pendidikan adalah
seorang pelajar yang telah mendapatkan ilmu dari sekolah hendaknya bisa
mencegah dan menasehati minimal teman-temannya ke arah yang lebih baik.
2.
Menjaga diri
Bagi setiap muslim, apa yang dia lakukan di dunia apakah
berupa perbuatan baik ataupun buruk. Maka, dia pula yang akan mendapatkan
balasannya dari Allah
Swt.
Perbuatan seseorang tidak dibebankan kepada orang lain, maksudnya adalah setiap
individu bertanggung jawab atas perbuatannya. Orang lain tidak mendapatkan
pahala atau dosa karena perbuatan orang lain, kecuali apa yang sudah disebutkan
dalam hadits shahih seperti doa anak shalih, amal jariyah dan ilmu yang bermanfaat. Sebagai mana dijelaskan dalam Q.S At-Tahrim: 6
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.”(QS. At-Tahrim: 6)
Dan guna atau fungsi dari menuntut ilmu khususnya bagi seorang pelajar
yaitu untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, dengan demikian
pelajar bisa mengajak orang pada kebaikan dan menghindari yang buruk. Jika
sudah demikian maka akan tercapailah tujuan dari pendidikan yaitu menjadi
pribadi muslim yang baik. Berdasarkan Q.S At-Taubah: 122, sudah sangat jelas
bahwa kegunaan daripada pendidikan yaitu dengan pengetahuan yang dimiliki bisa
mengingatkan atau menasehati orang yang salah dalam melangkah, kedua menjaga
diri sendiri dari hal-hal yang buruk tersebut. Seadainya dua aspek ini memang
benar-benar dijalankan maka tidak akan terjadi yang namanya kekerasan yang
melibatkan pelajar.
B.
Pribadi Muslim
Kata
kepribadian dalam kamus bahasa Indonesia bermakna sifat hakiki yang tercermin
dalam sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakan dirnya dari orang lain
atau bangsa laian[9]. Dalam
bahasa inggris disebut personality yang diterjmahkan dalam bahasa Indonesia
menjadi kepribadaian.
Dari segi
etimologi, kepribadian terjemahan dari kata personality
(bahasa Inggris) yang berasal dari bahasa Yunani kuno prosopon
atau persona, yang artinya ‘topeng’ yang biasa dipakai artis dalam
teater,[10]
yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain yang sering dipakai
oleh pemain-pemain yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak atau
pribadi seseorang. Hal ini oleh karena terdapat ciri-ciri yang khas yang hanya
dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang baik, maupun
yang kurang baik.
Setiap
muslim harus mempunyai kepribadian yang Islami. Maka, pada diri setiap muslim
tentulah harus ada macam-macam kepribadian yang menggambarkan keislaman.
Kepribadian tersebut antara lain:
1.
Shalat (Ibadah)
Shalat
merupakan tiang agama siapa yang menegakkan shalat beraerti menegakkan agama
dan siapa yang merusak shalatnya berarti merobohkan agamanya. Peristiwa besar
yaitu “isro’ mi’roj” Nabi Muhammad
SAW, perintah shalat tidak melalui malaikat Jibril, melainkan langsung di
sidratul muntaha.
Dari
pernyataan di atas dapat diambil pengertian tentang shalat, yaitu: Berharap hati kepada Allah sebagai ibadah yang diwajibkan atas tiap-tiap
orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Berupa perbuatan/perkataan dan
berdasarkan atas syarat-syarat dan rukun tertentu yang dimulai dengan bacaan ”takbir” dan diakhiri dengan
”salam”.Sedangkan dasar-dasar yang menunjukkan adanya kewajiban shalat ada
dalam Q.S Al-Ankabut:45
2.
Akhlak Personal
Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (15)(Q.S. Luqman/31:14-15)
Dalam akhlak
personal ini, keluarga mempunyai kewajiban
sebagai berikut:
a. Memberi contoh kepada anak dalam berakhlak mulia. Sebab orang tua yang
tidak berhasil menguasai dirinya tentulah tidak sanggup meyakinkan anak-anaknya
untuk memegang akhlak yang diajarkannya. Maka sebagai orang tua harus terlebih
dahulu mengajarkan pada dirinya sendiri tentang akhlak yang baik sehingga baru
bisa memberikan contoh pada anak-anaknya.
b. Menyediakan
kesempatan kepada anak untuk mempraktikkan akhlak mulia. Dalam keadaan
bagaimanapun, sebagai orang tua akan mudah ditiru oleh anak-anaknya, dan di
sekolah pun guru sebagai wakil orang tua merupakan orang tua yang akrab bagi
anak.
c. Memberi tanggung jawab sesuai dengan perkembangan anak. Pada awalnya orang
tua harus memberikan pengertian dulu, setelah itu baru diberikan suatu
kepercayaan pada diri anak itu sendiri.
d. Mengawasi dan mengarahkan anak agar selektivitas dalam bergaul. Jadi orang
tua tetap memberikan perhatian kepada anak-anak, dimana dan kapanpun orang tua
selalu mengawasi dan mengarahkan, menjaga mereka dari teman-teman yang
menyeleweng dan tempat-tempat maksiat yang menimbulkan kerusakan.
3.
Akhlak
Sosial
Di samping akhlak personal, seorang
muslim juga harus memiliki akhlak sosial. Sesuai dengan ayat 18 surah Luqman,
ketika terjun di masyarakat, seorang muslim dilarang untuk bertingkah laku
dengan sombong dan berjalan dengan angkuh seolah-olah hanya ia yang mempunyai
ilmu pengetahuan. Dalam ayat tersebut terdapat
larangan memalingkan muka, memalingkan muka ini mempunyai arti mencibirkan
mulut ketika berbicara, dengan maksud menghina.
Orang yang
berakhlak mulia tersebut dikatakan orang yang sempurna imannya, karena ia tidak
pernah menyakiti orang lain, dan hal itu merupakan implikasi iman dalam
kehidupan sehari-hari. Setelah itu, maka seorang muslim diperintah untuk menyederhanakan cara berjalan dan bersuara dengan lunak. Hal
tersebut jika dipahami dalam koridor akhlak merupakan perintah agar seseorang
berakhlak mulia dan rendah diri dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu,
seorang anak juga apabila terjun ke masyarakat harus mengikuti peraturan atau
norma-norma kemasyarakatan yang berlaku dan tidak menyimpang dari ajaran Islam.
Jika mau
dirinci lagi pribadi muslim ada 10 Aqidah yang bersih, Ibadah yang
benar, Akhlak yang kokoh, Kekuatan jasmani, Intelek dalam berpikir, Berjuang
melawan hawa nafsu, Pandai menjaga waktu, Teratur dalam suatu urusan, Memiliki
kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri dan Bermanfaat
bagi orang lain[11].
C.
Lingkungan Keluarga
1. Hereditas
(Pembawaan)
Masa dalam
kandungan dipandang sebagai saat (periode) yang
kritis dalam perkembangan kepribadian,
sebab tidak hanya sebagai saat pembentukan pola-pola kepribadian, tetapi
juga
sebagai masa pembentukan
kemampuan-kemampuan yang menentukan
jenis penyesuaian individu terhadap kehidupan setelah kelahiran
(Yusuf dan Nurihsan,
2008: 21).
Setiap individu
mempunyai kepribadain tersendiri
dengan
karakteristik atau
ciri-ciri yang khas dan unik. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai pembeda
individu. Artinya, kepribadian seseorang tidak akan pernah
sama dengan kepribadian
orang lain.
2.
Pola Asuh
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1988: 692), kata pola
berarti model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur
yang tetap), sedangkan kata asuh
mengandung arti menjaga, merawat,
mendidik anak agar dapat
berdiri sendiri[12].
Tarmudji mengatakan pola asuh orangtua
adalah interaksi antara orangtua dengan anaknya selama
mengadakan pengasuhan.[13]
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pola
asuh orangtua yaitu, tindakan atau sikap orangtua dalam berinteraksi kepada anaknya. Pengasuhan orangtua dalam memberikan kedisiplinan terhadap
anak, memberikan respon atau tanggapan yang sebenarnya agar anak merasa orangtuanya selalu memberikan perhatian
yang positif terhadapnya. Secara
keseluruhan bisa dimaknai bahwa pola asuh adalah cara atau metode yang digunakan
oleh orangtua asuh dalam mendidik anak asuh.
Faktor lingkungan keluarga menurut peneliti di
pengaruhi dua hal yaitu pembawaan sejak lahir dan pola asuh yang diterapkan
orangtua, apakah otoriter, demokratis dan lain-lain.
D.
Lingkungan Sekolah
1. Figur Guru
Guru dalam bahasa jawa adalah
menunjuk pada seorang yang harus digugu
dan ditiru oleh semua murid dan bahkan masyarakat. Harus digugu artinya segala sesuatu yang
disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakkini sebagai kebenaran oleh
semua murid. Sedangkan ditiru artinya
seorang guru harus menjadi suri teladan (panutan)
bagi semua muridnya.
Menurut Undang-undang
No. 14 tahun 2005 Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah.
Para pakar pendidikan
di Barat telah melakukan penelitian tentang peran guru yang harus dilakoni.
Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan dikaji oleh Pullias dan Young
(1988), Manan (1990) serta Yelon dan Weinstein (1997).
Adapun peran-peran tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Guru Sebagai Pendidik
Guru adalah
pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik,
dan lingkungannya.
b. Guru Sebagai Pengajar
Peranan guru sebagai pengajar dan
pembimbing dalam kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi
oleh berbagai factor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik
dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan
guru dalam berkomunikasi. Jika factor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui
pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik.
c. Guru Sebagai Pembimbing
Guru dapat
diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini,
istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental,
emosional, kreatifitas, moral dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.
2.
Metode Mengajar
Metode menurut Djamaludin dan
Abdullah Aly dalam kapita selekta Pendidikan Islam, (1999:144) berasal dari
kata meta melalui, dan hodos jalan. Jadi metode adalah jalan yang harus dilalui
untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut depag RI dalam buku metodologi
pendidikan agama islam (2001:19) metode berarti cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditntukan.
Menurut WJS. Poerwadarminta dalam kamus besar bahasa indonesia, (1999:767)
metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu
maksud.
Sedangkan pembelajaran adalah
usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan
tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan mendapat
kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya
usaha.
Jadi dapat disimpulkan metode pembelajaran
adalah cara-cara yang dilakukan oleh seorang guru untuk menyampaikan bahan ajar
kepada siswa, atau metode pemblajaran juga di definisikan sebagai cara-cara
untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri
dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu
kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan
pengajaran tercapai. Metode pembelajaran ada
banyak diantaranya, diskusi, demontrasi atau ceramah.
Lingkungan
sekolah menurut peneliti ada dua aspek penting yaitu figur guru dan metode
mengajar yang tepat, jika guru tidak bisa menjadi contoh dan pendidik yang baik
serta metode mengajar yang digunakan kurang tepat tentu saja apa yang menjadi
tujuan pendidikan tidak akan tercapai.
E.
Lingkungan Bermain
1. Kemajuan IPTEK
Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita
hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai
dengan kemajuanm ilmu pengetahuan. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan
manfaat positif bagi kehidupan manusia. Memberikan banyak kemudahan, serta
sebagai cara baru dalam melakukan aktifitas manusia. Khusus dalam bidang
teknologi masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh
inovasi-inovasi yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini. Namun
demikian, walaupun pada awalnya diciptakan untuk menghasilkan manfaat positif,
di sisi lain juga juga memungkinkan digunakan untuk hal negatif.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang agresif dan
penasaran serta suka dengan hal baru. Terutama sekali dengan adanya berbagai
perubahan pada berbagai peralatan elektronik. Namun ternyata perkembangan
tersebut tidak hanya berdampak terhadap pola berpikir anak, juga berdampak
terhadap pola berpikir orang dewasa dan orang tua. Terlebih lagi setiap harinya
masyarakat kita di sajikan dengan berbagai siaran yang kurang bermanfaat dari
berbagi media elektronik.
2. Pengaruh Teman
Sebaya
Ketika seorang anak beranjak menjadi remaja, maka terjadi
perubahan aspek sosialnya. Yang awalnya bersifat egosentris akan berubah
menjadi sociable. Pada masa kanak-kanak lebih mengutamakan relasi sosial dengan
ayah, ibu dan saudara kandung. Anak akan merasa aman bila berada di bawah
pengawasan dan perhatian orang tuanya. Relasi anak dan orang tua lebih bersifat
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis (makan, minum, dsb). Begitu mereka
memasuki usia remaja, kebutuhan fisiologis dan kasih sayang orang tua akan
dikesampingkan dan digantikan oleh kebutuhan akan kehadiran teman-teman
sebayanya. Dengan kehadiran teman-teman sebayanya, remaja merasa dihargai,
di-orang-kan serta merasa dapat diterima oleh lingkungannya. Perasaan-perasaan
tersebut dapat membantu remaja untuk lebih percaya diri, lebih menghargai
dirinya serta mampu untuk memiliki citra diri yang positif. Sehingga
teman sebaya memiliki fungsi bagi perkembangan kepribadian si remaja.
Dampak kehadiran teman sebaya juga tidak selamanya meberi
pengaruh yang positif bagi perkembangan remaja. Bila orang tua kurang
memberikan pengetahuan yang baik bagi remaja, maka akibatnya bisa menimbulkan
hal-hal yang negatif.
BAB III
PENUTUP
A.
Analisis
Tujuan
Pendidikan adalah menjadikan siapapun yang belajar untuk menjadi pribadi yang
baik dan memberi pengaruh yang positif terhadap lingkungannya. Namun fakta
dilapangan seorang pelajar yang diharapkan bisa menjadi pribadi yang baik dan
ikut menciptakan lingkungan yang baik, akan tetapi sebaliknya tidak bisa mejaga
dirinya sendiri atas perbuatan buruk dan membuat lingkungan sekitarnya ikut
menjadi buruk.
Dalam hal
ini tujuan daripada pendidikan baik yang dijelaskan dalam al-Qur’an dalam Q.S
At-Taubah:122, dan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS
tidak tercapai. Tidak tercapainya hal tersebut menurut asumsi penulis ada
beberapa hal pokok, yaitu faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan
lingkungan bermain. Dalam lingkungan keluarga pembawaan lahiriah anak atau
karakter serta pola asuh yang diterapkan oleh orangtua juga ikut memberikan
pengaruh terhadap kecenderungan seorang pelajar apakah bisa menjadi pribadi
yang berwatak baik atau tidak. Di lingkungan sekol.ah sendiri figur seorang
guru sangat menentukan, karena guru sebagai pendidik akan dicontoh oleh pelajar
dalam setiap perilakunya, serta metode mengajar juga akan menentukan kemampuan
serap anak dalam menerima pelajaran dari gurunya. Terakhir pengaruh dari
lingkungan bermain, karena anak-anak sekarang lebih banyak menghabiskan waktu
bermain bersama alat-alat teknologi, jadi pengaruh teknologi mulai dari TV
hingga HP akan menentukan pola pikir pelajar dengan apa yang mereka lihat dalam
tayangan TV atau lewat HP. Kemudian di usia remaja tentu pelajar akan lebih
nyaman bermain dengan teman sebayanya, maka baik buruknya teman sebaya akan
mempengaruhi perilaku pelajar.
B.
Kesimpulan
Maka untuk
mencetak pribadi muslim yang baik tidak hanya pihak sekolah yang harus diberi
beban, namun lingkungan keluarga dan lingkugan bermain juga harus mendukung.
Orangtua tidak bisa hanya mengandalkan Lembaga pendidikan saja dan beranggapan
itu semua sudah cukup, kemudian juga harus dipastikan para pelajar berada pada
lingkungan yang baik, bukan berarti cukup dengan hanya memberikan
fasilitas bermain atau cukup dengan
melihat adanya teman, tapi harus dipastikan apakah fasilitas bermainnya baik
serta apakah akhlak teman sebayanya baik.
[1] Abudin Nata, Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta ; Kencana, 2010, hlm, 89
[2] Subari, Supervisi pendidikan, Surabaya
; Bumi Aksara, 1988, hlm,
11
[3]Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
[4] Umar Muhammad at Tuumiy asy
Syaibani, 1975, Falsafah at
Tarbiyyah al Islamiyyah, Tripoli:
al Syarikah al ‘Ammah li an Nasyr wa Tauzi’ wal al I’lan, hlm, 282, diakses
dari Artikel Sigit Suhandoyo, Tujuan Pendidikan dalam Al-Qur’an, pada
tanggal 7 Oktober 2018 Pukul 21 Wib dalam http://sigitsuhandoyo.blogspot.com/2014/04/tujuan-pendidikan-dalam-al-quran.html
[5] Kekerasan Pelajara diakses dari https://nasional.tempo.co/read/1084922/hari-pendidikan-kpai-84-persen-siswa-alami-kekerasan-di-sekolah/full&view=ok
08 Oktober 2018 Pukul 21.00 WIB
[6] Pelajar Pelaku Kejahatan diakses dari https://www.viva.co.id/berita/metro/312779-2-008-kasus-kriminal-dilakukan-anak-anak
08 Oktober 2018 Pukul 22.00 Wib
[7] Muhammad
Syahrul Murajjab, Memahami Konsep Basyir dan Nadzir dalam al-Qur’an; Kajian
Tematik, diakases dari https://ikatmakna.wordpress.com/2009/03/19/konsep-basyir-dan-nadzir-dalam-al-quran/
07 Oktober 2018 Pukul 22.Wib
[8]
Mochtar Effendy, Ensiklopedia
Agama dan Filsafat Buku Ke-4, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2001, Cet
ke-1, hlm, 160
[9]
Depertemen pendidikan dan kebudayaan, kamus besar bahasa Indonesia,(
balai pustaka Jakarta 1990)
[10]
Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Press,2005), 8.
[11]
http://afifulikhwan.blogspot.com/2012/06/kepribadian-muslim.html
[12] Dedy Sugono, Dkk, Kamus Besar BahasaIndonesia, Jakarta, Pusat Bahasa dan Departemen Pendidikan Nasional, 2008, hlm, 692
[13] Tarmudji, T. Hubungan pola asuh orang tua dengan agresifitas remaja. Artikel Diakses pada 07 Oktober 2018