Sabtu, 31 Oktober 2020

Ebing Digital Books

https://drive.google.com/drive/folders/1e8kel47xTiINXcHW3chPZ24m5vHUuMXh?usp=sharing 

john w. creswell research design

Ebing Karmiza

https://drive.google.com/file/d/1o8fy2pp0xagH5uVKVeAcAmgJnBpOyBG7/view?usp=sharing https://books.google.co.id/books?id=aJhaDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=magnet+rezeki&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjo0NPQnd_sAhVaVH0KHeb4AuAQ6AEwAHoECAAQAg#v=onepage&q=magnet%20rezeki&f=false

Peran Sekolah dalam Mencetak Pribadi Muslim Yang baik

 Ebing Karmiza

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sebuah sistem yang mengandung aspek visi, misi, tujuan, kurikulum, bahan ajar, guru, murid, manajemen, sarana prasarana, biaya, lingkungan dan lain sebagainya. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik, potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. [1]

Tujuan pendidikan menurut Langeveld adalah membentuk manusia dewasa baik jasmani maupun rohani. Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia adalah membangun manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu dapat meningkatkan kebudayaan dengan-Nya sebagai warga Negara yang berjiwa pancasila yang mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti luhur dan berkepribadian yang kuat, cerdas, terampil dan dapat mengembangkan dan menyuburkan tingkat demokrasi, dapat memelihara hubungan yang baik antara sesame manusia dan dengan lingkungannya, sehat jasmani, mampu megembangkan daya estetika, sanggup membangun diri dan masyarakat.[2]

Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan manusia Indonesia dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Manusia yang mempunyai takwa dan iman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mempunyai budi pekerti yang luhur, mandiri, kepribadian yang mantap, kesehatan rohani, dan jasmani, keterampilan dan pengetahuan, dan terakhir mempunyai rasa tanggung jawab untuk berbangsa dan bermasyarakat[3].

Dalam Q.S At-Taubah: 122 Allah Swt menyampaikan sebuah arti penting kedudukan pendidikan bagi manusia,

 

Artinya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”

           

            Pada ayat ini Allah Swt memerintahkan agar senantiasa ada sekelompok manusia yang memperdalam ilmu pengetahuan meski sedang ada perintah jihad. Hal ini menunjukkan, “kebutuhan suatu bangsa terhadap jihad dan para mujahid sama seperti kebutuhan bangsa terhadap ilmu dan para ulama. Pada ayat tersebut ada dua point penting tujuan daripada pendidikan yaitu memberi peringatan dan menjaga dirinya. Artinya tujuan pendidikan adalah memberikan peringatan akan hal yang buruk dan menjaga diri dari hal yang buruk. Jika setiap manusia bisa saling mengingatkan dan menjaga diri masing-masing maka akan tercapailah pribadi muslim yang baik.

Tujuan pendidikan yang paling mendasar adalah terciptanya perubahan yang diharapkan dalam seluruh perubahan pada dunia kehidupan manusia. Dan Allah menginginkan seluruh perubahan itu terjadi dibawah naungan al Qur’an, dibawah inspirasinya, sehingga perubahan itu tercipta ke arah yang baik, sebagaimana sifat al Qur’an itu sendiri[4].

Berdasarkan pemaparan di atas artinya tujuan dari pendidikan baik dalam al-Qur’an maupun kebijakan pemerintan menginginkan adanya perubahan yang positif yang ingin dicapai melalui sebuah proses atau upaya-upaya pendidikan, baik perubahan itu terjadi pada aspek tingkah laku, kehidupan pribadi dan masyarakat, dan lingkungan luas dimana pribadi itu hidup.

Namun tentu apa yang diharapkan dari sebuah pendidikan tidak sesuai dengan harapan, perubahan dari aspek tingkahlaku atau pribadi yang baik di masyarakat atau di sekitar lingkungan belum tercapai sepenuhnya. Jika melihat beberapa kasus kekerasan yang melibatkan menjadi sebuah fenomena yang menarik.

Berdasarkan data International Center for Research on Women (ICRW) Pada 2015, sebanyak 84 persen siswa di Indonesia mengaku pernah mengalami kekerasan di sekolah. Sebanyak 45 persen siswa laki-laki menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan. Adapun 22 persen siswi menyebutkan bahwa guru dan petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan. Selain itu, 75 persen siswa mengakui pernah melakukan kekerasan di sekolah. Sukiman menyebutkan, berdasarkan data United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF), 50 persen anak mengaku pernah mengalami perundungan atau bullying di sekolah. Adapun 40 persen pelajar berusia 13-15 tahun mengaku pernah mengalami kekerasan oleh teman sebaya[5].

Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait mengatakan, angka kriminalitas yang dilakukan anak usia sekolah cenderung meningkat setiap tahunnya. Dari data yang diperoleh Komnas PA, pada 2010 terjadi 2.413 kasus kriminal anak usia sekolah. Jumlah itu kemudian meningkat di 2011, yakni sebanyak 2.508 kasus[6].

http://validnews.co/backdoor/asset/news_picture/berita_valid1525767050.jpg

 

 

Related image

Berdasarkan data di atas jelas tujuan dari pendidikan tidak tercapai, adanya tindak kekerasan yang terjadi kepada pelajar, baik sebagai pelaku maupun korban mengindikasikan adanya kesalahan dalam proses pendidikan disekolah, karena tidak mampu menghasilkan pribadi yang baik sesuai apa yang diharapkan oleh undang-undang dan yang tertera dalam al-Qur’an. Maka peneliti tertarik untuk mengkaji “Peran Sekolah dalam Mencetak Pribadi Muslim Yang baik“. Adapun pendaktan penelitian yaitu menggunakan pendekatan psikologi pendidikan, yaitu pendekatakan yang menekankan pada aspek tingkahlaku dan mental.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB II
LANDASAN TEORI

 

A.    Tujuan Pendidikan Berdasarkan Q.S At-Taubah: 122

 

1.      Memberi Peringatan

 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata peringatan sama dengan teguran untuk memperingatkan, kenang-kenangan sesuatu yang dipakai untuk memperingati, catatan, ingatan, mengenang. Sedangkan kata mengingatkan bisa berarti memberi ingat atau memberi nasihat (teguran) supaya ingat akan kewajiban

Adapun dalam kitab suci Al-Qur’an, penyampaian pesan-pesan Allah dengan menggunakan pendekatan tabsyīr dan indzār atau antara targhīb dan tarhīb berjalan sangat serasi dan seimbang. Menukil pendapat Imam Al-Syāthiby (w.790H),[7] beliau menegaskan bahwa setiap kali terdapat ayat tabsyīr atau targhīb atau ayat yang memberikan secercah pengharapan (tarjiyah) akan selalu beriringan dengan ayat indzār atau tarhīb atau ayat-ayat takhwīf (menakut-nakuti) baik datang pada ayat sebelumnya, ayat setelahnya, maupun pada satu ayat yang sama. Demikian juga sebaliknya.

Dalam buku “ Ensiklopedi Agama dan Filsafat “ dijelaskan bahwa pemberi peringatan disebut dengan Nadziir yaitu seorang yang memberikan peringatan kepada suatu umat agar berbuat baik dan menjauhi kemaksiatan, kemungkaran dan kebathilan[8]. Dalam buku tersebut juga disebutkan beberapa ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan Nadziir diantaranya: Q.S Al-Fathiir (35 : 24 ) dan Q.S. Ar-Ra’du ( 13 : 7 ).

ãAqà)tƒur  tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. Iwöqs9 tAÌRé& Ïmøn=tã ×ptƒ#uä `ÏiB ÿ¾ÏmÎn/§ 3 !$yJ¯RÎ) |MRr& ÖÉZãB ( Èe@ä3Ï9ur BQöqs% >Š$yd ÇÐÈ  

Artinya : “ orang-orang yang kafir berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu tanda (kebesaran) dari Tuhannya?" Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.” ( Q. S. Ar-Ra’du : 7 )

 

Berdasarkan pemaparan di atas peringatan yaitu indzar tujuannya untuk memberi peringatan dan nasehat, adapun orangnya disebut dengan nadzir. Jika dikaitkan dengan konteks dari pendidikan adalah seorang pelajar yang telah mendapatkan ilmu dari sekolah hendaknya bisa mencegah dan menasehati minimal teman-temannya ke arah yang lebih baik.

2.      Menjaga diri

Bagi setiap muslim, apa yang dia lakukan di dunia apakah berupa perbuatan baik ataupun buruk. Maka, dia pula yang akan mendapatkan balasannya dari Allah Swt. Perbuatan seseorang tidak dibebankan kepada orang lain, maksudnya adalah setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya. Orang lain tidak mendapatkan pahala atau dosa karena perbuatan orang lain, kecuali apa yang sudah disebutkan dalam hadits shahih seperti doa anak shalih, amal jariyah dan ilmu yang bermanfaat. Sebagai mana dijelaskan dalam Q.S At-Tahrim: 6

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At-Tahrim: 6)

            Dan guna atau fungsi dari menuntut ilmu khususnya bagi seorang pelajar yaitu untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, dengan demikian pelajar bisa mengajak orang pada kebaikan dan menghindari yang buruk. Jika sudah demikian maka akan tercapailah tujuan dari pendidikan yaitu menjadi pribadi muslim yang baik. Berdasarkan Q.S At-Taubah: 122, sudah sangat jelas bahwa kegunaan daripada pendidikan yaitu dengan pengetahuan yang dimiliki bisa mengingatkan atau menasehati orang yang salah dalam melangkah, kedua menjaga diri sendiri dari hal-hal yang buruk tersebut. Seadainya dua aspek ini memang benar-benar dijalankan maka tidak akan terjadi yang namanya kekerasan yang melibatkan pelajar.

B.     Pribadi Muslim

Kata kepribadian dalam kamus bahasa Indonesia bermakna sifat hakiki yang tercermin dalam sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakan dirnya dari orang lain atau bangsa laian[9]. Dalam bahasa inggris disebut personality yang diterjmahkan dalam bahasa Indonesia menjadi kepribadaian.

Dari segi etimologi, kepribadian terjemahan dari kata personality (bahasa Inggris) yang berasal dari bahasa Yunani kuno prosopon atau persona, yang artinya ‘topeng’ yang biasa dipakai artis dalam teater,[10] yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain yang sering dipakai oleh pemain-pemain yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi seseorang. Hal ini oleh karena terdapat ciri-ciri yang khas yang hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang baik, maupun yang kurang baik.

Setiap muslim harus mempunyai kepribadian yang Islami. Maka, pada diri setiap muslim tentulah harus ada macam-macam kepribadian yang menggambarkan keislaman. Kepribadian tersebut antara lain:

1.      Shalat (Ibadah)

Shalat merupakan tiang agama siapa yang menegakkan shalat beraerti menegakkan agama dan siapa yang merusak shalatnya berarti merobohkan agamanya. Peristiwa besar yaitu “isro’ mi’roj” Nabi Muhammad SAW, perintah shalat tidak melalui malaikat Jibril, melainkan langsung di sidratul muntaha.

Dari pernyataan di atas dapat diambil pengertian tentang shalat, yaitu: Berharap hati kepada Allah sebagai ibadah yang diwajibkan atas tiap-tiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Berupa perbuatan/perkataan dan berdasarkan atas syarat-syarat dan rukun tertentu yang dimulai dengan bacaan ”takbir” dan diakhiri dengan ”salam”.Sedangkan dasar-dasar yang menunjukkan adanya kewajiban shalat ada dalam Q.S Al-Ankabut:45

2.      Akhlak Personal

 

Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (15)(Q.S. Luqman/31:14-15)

 

Dalam akhlak personal ini, keluarga mempunyai kewajiban sebagai berikut:

a.       Memberi contoh kepada anak dalam berakhlak mulia. Sebab orang tua yang tidak berhasil menguasai dirinya tentulah tidak sanggup meyakinkan anak-anaknya untuk memegang akhlak yang diajarkannya. Maka sebagai orang tua harus terlebih dahulu mengajarkan pada dirinya sendiri tentang akhlak yang baik sehingga baru bisa memberikan contoh pada anak-anaknya.

b.      Menyediakan kesempatan kepada anak untuk mempraktikkan akhlak mulia. Dalam keadaan bagaimanapun, sebagai orang tua akan mudah ditiru oleh anak-anaknya, dan di sekolah pun guru sebagai wakil orang tua merupakan orang tua yang akrab bagi anak.

c.       Memberi tanggung jawab sesuai dengan perkembangan anak. Pada awalnya orang tua harus memberikan pengertian dulu, setelah itu baru diberikan suatu kepercayaan pada diri anak itu sendiri.

d.      Mengawasi dan mengarahkan anak agar selektivitas dalam bergaul. Jadi orang tua tetap memberikan perhatian kepada anak-anak, dimana dan kapanpun orang tua selalu mengawasi dan mengarahkan, menjaga mereka dari teman-teman yang menyeleweng dan tempat-tempat maksiat yang menimbulkan kerusakan.

 

3.      Akhlak Sosial

Di samping akhlak personal, seorang muslim juga harus memiliki akhlak sosial. Sesuai dengan ayat 18 surah Luqman, ketika terjun di masyarakat, seorang muslim dilarang untuk bertingkah laku dengan sombong dan berjalan dengan angkuh seolah-olah hanya ia yang mempunyai ilmu pengetahuan. Dalam ayat tersebut terdapat larangan memalingkan muka, memalingkan muka ini mempunyai arti mencibirkan mulut ketika berbicara, dengan maksud menghina.

Orang yang berakhlak mulia tersebut dikatakan orang yang sempurna imannya, karena ia tidak pernah menyakiti orang lain, dan hal itu merupakan implikasi iman dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu, maka seorang muslim  diperintah untuk menyederhanakan cara berjalan dan bersuara dengan lunak. Hal tersebut jika dipahami dalam koridor akhlak merupakan perintah agar seseorang berakhlak mulia dan rendah diri dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu, seorang anak juga apabila terjun ke masyarakat harus mengikuti peraturan atau norma-norma kemasyarakatan yang berlaku dan tidak menyimpang dari ajaran Islam.

Jika mau dirinci lagi pribadi muslim ada 10 Aqidah yang bersih, Ibadah yang benar, Akhlak yang kokoh, Kekuatan jasmani, Intelek dalam berpikir, Berjuang melawan hawa nafsu, Pandai menjaga waktu, Teratur dalam suatu urusan, Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri dan Bermanfaat bagi orang lain[11].

C.    Lingkungan Keluarga

1.      Hereditas (Pembawaan)

Masa  dalam  kandungan  dipandang  sebagai  saat  (periode) yang kritis dalam perkembangan kepribadian, sebab tidak hanya sebagai  saat  pembentukan  pola-pola  kepribadian,  tetapi  juga sebagai masa pembentukan kemampuan-kemampuan yang menentukan jenis penyesuaian individu terhadap kehidupan setelah kelahiran (Yusuf dan Nurihsan, 2008: 21).

Setiap individu mempunyai kepribadain tersendiri dengan karakteristik atau ciri-ciri yang khas dan unik. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai pembeda individu. Artinya, kepribadian seseorang tidak akan pernah sama dengan kepribadian orang lain.

2.      Pola Asuh

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1988: 692), kata pola berarti model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur yang tetap), sedangkan kata asuh mengandung arti menjaga, merawat, mendidik anak agar dapat berdiri sendiri[12]. Tarmudji mengatakan pola asuh orangtua adalah interaksi antara orangtua dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan.[13]

Dari   penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orangtua yaitu, tindakan atau sikap orangtua dalam berinteraksi kepada anaknya. Pengasuhan orangtua dalam memberikan kedisiplinan terhadap anak, memberikan respon atau tanggapan yang sebenarnya agar anak merasa orangtuanya selalu memberikan perhatian yang positif terhadapnya. Secara keseluruhan bisa dimaknai bahwa pola asuh adalah cara atau metode yang digunakan oleh orangtua asuh dalam mendidik anak asuh.

Faktor lingkungan keluarga menurut peneliti di pengaruhi dua hal yaitu pembawaan sejak lahir dan pola asuh yang diterapkan orangtua, apakah otoriter, demokratis dan lain-lain.

D.    Lingkungan Sekolah

1.      Figur Guru

Guru dalam bahasa jawa adalah menunjuk pada seorang yang harus digugu dan ditiru oleh semua murid dan bahkan masyarakat. Harus digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakkini sebagai kebenaran oleh semua murid. Sedangkan ditiru artinya seorang guru harus menjadi suri teladan (panutan) bagi semua muridnya.

Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Para pakar pendidikan di Barat telah melakukan penelitian tentang peran guru yang harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan dikaji oleh Pullias dan Young (1988), Manan (1990) serta Yelon dan Weinstein (1997).

Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut :

a.       Guru Sebagai Pendidik

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya.

b.      Guru Sebagai Pengajar

Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika factor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik.

c.       Guru Sebagai Pembimbing

Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.

2.      Metode Mengajar

Metode menurut Djamaludin dan Abdullah Aly dalam kapita selekta Pendidikan Islam, (1999:144) berasal dari kata meta melalui, dan hodos jalan. Jadi metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut depag RI dalam buku metodologi pendidikan agama islam (2001:19) metode berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditntukan. Menurut WJS. Poerwadarminta dalam kamus besar bahasa indonesia, (1999:767) metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud.

Sedangkan pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan mendapat kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.

Jadi dapat disimpulkan metode pembelajaran adalah cara-cara yang dilakukan oleh seorang guru untuk menyampaikan bahan ajar kepada siswa, atau metode pemblajaran juga di definisikan sebagai cara-cara untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai. Metode pembelajaran ada banyak diantaranya, diskusi, demontrasi atau ceramah.

Lingkungan sekolah menurut peneliti ada dua aspek penting yaitu figur guru dan metode mengajar yang tepat, jika guru tidak bisa menjadi contoh dan pendidik yang baik serta metode mengajar yang digunakan kurang tepat tentu saja apa yang menjadi tujuan pendidikan tidak akan tercapai.

E.     Lingkungan Bermain

1.      Kemajuan IPTEK

Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuanm ilmu pengetahuan. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktifitas manusia. Khusus dalam bidang teknologi masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini. Namun demikian, walaupun pada awalnya diciptakan untuk menghasilkan manfaat positif, di sisi lain juga juga memungkinkan digunakan untuk hal negatif.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang agresif dan penasaran serta suka dengan hal baru. Terutama sekali dengan adanya berbagai perubahan pada berbagai peralatan elektronik. Namun ternyata perkembangan tersebut tidak hanya berdampak terhadap pola berpikir anak, juga berdampak terhadap pola berpikir orang dewasa dan orang tua. Terlebih lagi setiap harinya masyarakat kita di sajikan dengan berbagai siaran yang kurang bermanfaat dari berbagi media elektronik.

 

 

2.      Pengaruh Teman Sebaya

Ketika seorang anak beranjak menjadi remaja, maka terjadi perubahan aspek sosialnya. Yang awalnya bersifat egosentris akan berubah menjadi sociable. Pada masa kanak-kanak lebih mengutamakan relasi sosial dengan ayah, ibu dan saudara kandung. Anak akan merasa aman bila berada di bawah pengawasan dan perhatian orang tuanya. Relasi anak dan orang tua lebih bersifat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis (makan, minum, dsb). Begitu mereka memasuki usia remaja, kebutuhan fisiologis dan kasih sayang orang tua akan dikesampingkan dan digantikan oleh kebutuhan akan kehadiran teman-teman sebayanya. Dengan kehadiran teman-teman sebayanya, remaja merasa dihargai, di-orang-kan serta merasa dapat diterima oleh lingkungannya. Perasaan-perasaan tersebut dapat membantu remaja untuk lebih percaya diri, lebih menghargai dirinya serta mampu untuk memiliki citra  diri yang positif. Sehingga teman sebaya memiliki fungsi bagi perkembangan kepribadian si remaja.

Dampak kehadiran teman sebaya juga tidak selamanya meberi pengaruh yang positif bagi perkembangan remaja. Bila orang tua kurang memberikan pengetahuan yang baik bagi remaja, maka akibatnya bisa menimbulkan hal-hal yang negatif.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    Analisis

Tujuan Pendidikan adalah menjadikan siapapun yang belajar untuk menjadi pribadi yang baik dan memberi pengaruh yang positif terhadap lingkungannya. Namun fakta dilapangan seorang pelajar yang diharapkan bisa menjadi pribadi yang baik dan ikut menciptakan lingkungan yang baik, akan tetapi sebaliknya tidak bisa mejaga dirinya sendiri atas perbuatan buruk dan membuat lingkungan sekitarnya ikut menjadi buruk.

Dalam hal ini tujuan daripada pendidikan baik yang dijelaskan dalam al-Qur’an dalam Q.S At-Taubah:122, dan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS tidak tercapai. Tidak tercapainya hal tersebut menurut asumsi penulis ada beberapa hal pokok, yaitu faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan bermain. Dalam lingkungan keluarga pembawaan lahiriah anak atau karakter serta pola asuh yang diterapkan oleh orangtua juga ikut memberikan pengaruh terhadap kecenderungan seorang pelajar apakah bisa menjadi pribadi yang berwatak baik atau tidak. Di lingkungan sekol.ah sendiri figur seorang guru sangat menentukan, karena guru sebagai pendidik akan dicontoh oleh pelajar dalam setiap perilakunya, serta metode mengajar juga akan menentukan kemampuan serap anak dalam menerima pelajaran dari gurunya. Terakhir pengaruh dari lingkungan bermain, karena anak-anak sekarang lebih banyak menghabiskan waktu bermain bersama alat-alat teknologi, jadi pengaruh teknologi mulai dari TV hingga HP akan menentukan pola pikir pelajar dengan apa yang mereka lihat dalam tayangan TV atau lewat HP. Kemudian di usia remaja tentu pelajar akan lebih nyaman bermain dengan teman sebayanya, maka baik buruknya teman sebaya akan mempengaruhi perilaku pelajar.

B.     Kesimpulan

Maka untuk mencetak pribadi muslim yang baik tidak hanya pihak sekolah yang harus diberi beban, namun lingkungan keluarga dan lingkugan bermain juga harus mendukung. Orangtua tidak bisa hanya mengandalkan Lembaga pendidikan saja dan beranggapan itu semua sudah cukup, kemudian juga harus dipastikan para pelajar berada pada lingkungan yang baik, bukan berarti cukup dengan hanya memberikan fasilitas  bermain atau cukup dengan melihat adanya teman, tapi harus dipastikan apakah fasilitas bermainnya baik serta apakah akhlak teman sebayanya baik.

 



[1] Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta ; Kencana, 2010, hlm, 89

[2] Subari, Supervisi pendidikan, Surabaya ; Bumi Aksara, 1988, hlm, 11

[3]Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

[4] Umar Muhammad at Tuumiy asy Syaibani, 1975, Falsafah at Tarbiyyah al Islamiyyah, Tripoli: al Syarikah al ‘Ammah li an Nasyr wa Tauzi’ wal al I’lan, hlm, 282, diakses dari Artikel  Sigit Suhandoyo, Tujuan Pendidikan dalam Al-Qur’an, pada tanggal 7 Oktober 2018 Pukul 21 Wib dalam http://sigitsuhandoyo.blogspot.com/2014/04/tujuan-pendidikan-dalam-al-quran.html

[6] Pelajar Pelaku Kejahatan diakses dari https://www.viva.co.id/berita/metro/312779-2-008-kasus-kriminal-dilakukan-anak-anak 08 Oktober 2018 Pukul 22.00 Wib

[7] Muhammad Syahrul Murajjab, Memahami Konsep Basyir dan Nadzir dalam al-Qur’an; Kajian Tematik, diakases dari https://ikatmakna.wordpress.com/2009/03/19/konsep-basyir-dan-nadzir-dalam-al-quran/ 07 Oktober 2018 Pukul 22.Wib

[8] Mochtar Effendy, Ensiklopedia Agama dan Filsafat Buku Ke-4, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2001, Cet ke-1, hlm, 160

[9] Depertemen pendidikan dan kebudayaan, kamus besar bahasa Indonesia,( balai pustaka Jakarta 1990)

[10] Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Press,2005), 8.

[11] http://afifulikhwan.blogspot.com/2012/06/kepribadian-muslim.html

[12] Dedy Sugono, Dkk, Kamus Besar BahasaIndonesia, Jakarta, Pusat Bahasa dan Departemen Pendidikan Nasional, 2008, hlm, 692

[13] Tarmudji, T. Hubungan pola asuh orang tua dengan agresifitas remaja. Artikel Diakses pada 07 Oktober 2018