Senin, 30 Desember 2024

Pengaruh Media Sosial terhadap Perilaku Anak Tingkat Sekolah Dasar: Mampukah Orangtua Menjadi Filter Dampak Negatif dari Media Sosial?

Dr. Ebing Karmiza, A.Ma, S.Ud, M.Si & Sucita Dwi Lestari, A.Md

 

Era digital telah membawa berbagai perubahan signifikan dalam kehidupan manusia, termasuk dalam cara anak-anak bersosialisasi, belajar, dan bermain. Media sosial kini menjadi salah satu elemen yang akrab bagi anak-anak, bahkan di usia sekolah dasar. Meski menawarkan berbagai manfaat, seperti edukasi dan hiburan, media sosial juga membawa risiko yang dapat memengaruhi perilaku anak secara signifikan (Setiawan, 2020).

Paparan media sosial yang tidak terkontrol sering kali mengubah cara anak-anak berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Mereka cenderung meniru apa yang mereka lihat, baik dari teman sebaya maupun influencer yang mereka idolakan. Hal ini mengarah pada fenomena perilaku imitasi, yang tidak selalu sesuai dengan norma dan nilai keluarga. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2019), ditemukan bahwa 78% anak usia sekolah dasar lebih mudah terpengaruh oleh konten visual dibandingkan dengan nasihat langsung orangtua.

Salah satu dampak negatif media sosial adalah meningkatnya risiko cyberbullying. Anak-anak sering menjadi korban atau bahkan pelaku bullying di dunia maya. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesehatan mental anak tetapi juga membentuk perilaku agresif yang dapat terbawa ke lingkungan sosialnya. Studi yang dilakukan oleh Amanda (2021) mengungkapkan bahwa 60% kasus bullying di sekolah dasar berkaitan dengan interaksi di media sosial.

Selain itu, media sosial juga memengaruhi pola pikir dan kebiasaan anak. Konten yang tidak sesuai usia, seperti kekerasan atau gaya hidup konsumtif, dapat membentuk persepsi yang keliru tentang kehidupan. Misalnya, anak-anak yang sering menonton video tentang gaya hidup mewah cenderung memiliki harapan yang tidak realistis terhadap kehidupan mereka (Hidayat, 2020). Kondisi ini diperburuk jika orangtua tidak melakukan pengawasan yang memadai.

Peran orangtua sangat krusial dalam membimbing anak-anak mereka agar menggunakan media sosial secara bijak. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan edukasi tentang manfaat dan bahaya media sosial sejak dini. Anak perlu memahami bahwa tidak semua informasi di internet dapat dipercaya, dan mereka harus belajar untuk menyaring konten yang mereka konsumsi (Rahmawati, 2018).

Mengawasi aktivitas online anak juga menjadi langkah penting yang harus dilakukan orangtua. Dengan memantau platform apa saja yang digunakan anak dan konten apa yang mereka lihat, orangtua dapat mencegah anak terpapar konten negatif. Aplikasi parental control dapat menjadi alat yang efektif dalam mengawasi aktivitas anak di dunia maya (Wardhani, 2020).

Selain mengawasi, orangtua juga perlu menetapkan batasan waktu penggunaan media sosial. Anak-anak yang terlalu banyak menghabiskan waktu di dunia maya cenderung mengalami penurunan kemampuan sosial. Mereka menjadi kurang peka terhadap interaksi tatap muka, yang merupakan bagian penting dari perkembangan emosional mereka (Suryani, 2021). Oleh karena itu, orangtua perlu membuat jadwal penggunaan gadget yang seimbang.

Namun, menjadi filter di era digital bukanlah tugas yang mudah. Orangtua sering kali menghadapi tantangan dalam memahami teknologi yang terus berkembang. Kurangnya literasi digital dapat menghambat kemampuan mereka untuk mengawasi aktivitas anak secara efektif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2019), ditemukan bahwa hanya 45% orangtua yang memiliki pemahaman cukup tentang penggunaan aplikasi parental control.

Selain itu, pengaruh teman sebaya juga menjadi tantangan yang signifikan. Anak-anak cenderung mengikuti apa yang dilakukan oleh teman-temannya, termasuk dalam penggunaan media sosial. Kondisi ini sering kali membuat upaya orangtua dalam membimbing anak menjadi kurang efektif. Studi oleh Fitriani (2021) menunjukkan bahwa lingkungan sosial anak memiliki pengaruh besar terhadap perilaku mereka, bahkan lebih besar dibandingkan pengaruh orangtua.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, orangtua perlu membangun komunikasi yang baik dengan anak-anak mereka. Dengan mendengarkan dan memahami kebutuhan anak, orangtua dapat lebih mudah memberikan arahan yang sesuai. Anak-anak juga cenderung lebih menerima nasihat jika mereka merasa didengar dan dihargai (Susanti, 2020).

Selain komunikasi, memberikan contoh yang baik juga menjadi kunci dalam membimbing anak. Anak-anak cenderung meniru apa yang mereka lihat dari orangtua. Jika orangtua menggunakan media sosial secara bijak, anak-anak akan mengikuti jejak tersebut. Penelitian oleh Andayani (2021) menemukan bahwa 65% anak lebih terpengaruh oleh kebiasaan orangtua dibandingkan dengan nasihat verbal.

Namun, pengawasan saja tidak cukup. Orangtua juga perlu menanamkan nilai-nilai moral dan etika kepada anak-anak mereka. Dengan memiliki pondasi moral yang kuat, anak-anak akan lebih mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, bahkan tanpa pengawasan langsung. Rahmadani (2020) menyebutkan bahwa pendidikan karakter di rumah memiliki dampak jangka panjang terhadap perilaku anak.

Meskipun peran orangtua sangat penting, peran sekolah juga tidak kalah signifikan. Guru dapat membantu mendidik anak-anak tentang penggunaan media sosial yang bertanggung jawab. Program edukasi digital di sekolah dapat menjadi langkah efektif dalam membentuk perilaku anak di dunia maya. Dalam laporan oleh Yusuf (2021), sekolah yang mengintegrasikan pendidikan digital dalam kurikulum mereka berhasil mengurangi kasus cyberbullying hingga 40%.

Kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat juga diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan anak. Dengan kolaborasi yang baik, dampak negatif media sosial dapat diminimalkan, sementara manfaatnya dapat dimaksimalkan. Studi oleh Wahyuni (2020) menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapatkan dukungan dari berbagai pihak cenderung lebih mampu menghadapi tantangan di dunia digital.

Kesimpulannya bahwa media sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku anak tingkat sekolah dasar. Meski menawarkan berbagai manfaat, platform ini juga membawa risiko yang perlu diwaspadai. Orangtua memiliki peran strategis dalam memfilter dampak negatif media sosial dengan memberikan pengawasan, edukasi, dan contoh yang baik. Tantangan yang ada memang besar, tetapi dengan kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat, dampak buruk media sosial dapat diminimalkan.

Daftar Pustaka

Amanda, R. (2021). Cyberbullying dan Dampaknya pada Anak. Jakarta: Gramedia.

Andayani, S. (2021). Pengaruh Orangtua terhadap Kebiasaan Digital Anak. Yogyakarta: Deepublish.

Fitriani, L. (2021). "Pengaruh Lingkungan Sosial terhadap Perilaku Anak di Media Sosial." Jurnal Pendidikan Anak, 13(2), 45-60.

Hidayat, A. (2020). Media Sosial dan Perkembangan Anak. Bandung: Alfabeta.

Nugroho, B. (2019). "Literasi Digital pada Orangtua: Studi Kasus di Kota Jakarta." Jurnal Komunikasi Digital, 7(1), 32-48.

Rahmawati, D. (2018). Edukasi Digital untuk Anak. Surabaya: Unesa Press.

Rahmadani, Y. (2020). "Pendidikan Karakter di Era Digital." Jurnal Pendidikan Karakter, 5(3), 67-75.

Santoso, R. (2019). Anak dan Media Sosial: Studi Perilaku. Malang: UB Press.

Setiawan, D. (2020). Peran Orangtua di Era Digital. Semarang: Widya Karya.

Suryani, E. (2021). Keseimbangan Digital dan Sosial pada Anak. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Susanti, M. (2020). "Komunikasi Efektif antara Orangtua dan Anak." Jurnal Psikologi Anak, 4(2), 25-40.

Wahyuni, F. (2020). "Kolaborasi Orangtua dan Sekolah dalam Pendidikan Digital." Jurnal Pendidikan Teknologi, 9(1), 12-30.

Wardhani, P. (2020). Parental Control dalam Era Media Sosial. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Yusuf, A. (2021). "Pendidikan Digital di Sekolah Dasar." Jurnal Inovasi Pendidikan, 10(2), 55-70.