Ebing Karmiza
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kecenderungan manusia untuk berhubungan akan
selalu melahirkan komunikasi dua arah melalui bahasa yang mengandung tindakan
dan perbuatan. Karena ada aksi dan reaksi, maka dalam kehidupan semacam inilah
interaksipun terjadi. Karena itu interaksi akan terjadi bila ada hubungan
timbal balik antara dua orang atau lebih.1 Dengan demikian kegiatan
hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi,
baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesamanya, maupun
interaksi dengan Tuhannya, baik itu disengaja maupun tidak disengaja[1].Pendidikan merupakan
sebagian dari fenomena interaksi kehidupan sosial manusia. Menurut K.J. Veeger
pada hakekatnya kehidupan sosial itu terdiri dari jumlah aksi dan reaksi yang
tidak terbilang banyaknya, baik antara
perorangan maupun antara
kelompok. Pihak-pihak yang
terlibat menyesuaikan diri dengan salah satu pola yang kolektif. Kesatuan
yang berasal dari penyesuaian diri itu disebut kelompok atau masyarakat. Oleh
karenannya pendidikan merupakan bagian dari interaksi sosial yang telah ada
bersamaan dengan kehidupan manusia[2].
Guru adalah
pengajar yang mendidik, yang tugasnya tidak saja mengajar bidang studi yang
sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsa. Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya
berkenaan dengan kebangkitan belajar. Kebangkitan belajar tersebut merupakan
wujud emansipasi diri siswa. Sebagai guru yang pengajar, ia bertugas mengelola
kegiatan belajar siswa di sekolah. (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 248). Sekolah
dipandang sebagai wadah pertemuan antara guru dengan murid, proses transformasi
nilai-nilai budaya, pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan pengembangan
nilai-nilai budaya. Kehadiran dan keberadaan sekolah sebagai suatu sub sistem
masyarakat yang berfungsi mentransformasikan nilai-nilai dari generasi tua
kepada generasi muda bisa dilihat dari berbagai
sudut pandang atau pendekatan. Sekolah harus menerima sumber yang cukup,
mengkoordinasikan terhadap tuntutan lingkungan, menentukan dan
mengimplementasikan tujuan, memperlihatkan solidaritas kesatuan diantara siswa,
guru dan, administrator, mempertahankan, memelihara pola motivasi dan
kebudayaan iklim sekolah[3].
Peranan pendidik dalam kaitannya dengan anak didik tampak bermacam-macam
berdasarkan interaksdi sosial edukatif yang dihadapinya. Interaksi sosial
edukatif adalah interaksi formal dalam proses belajar mengajar di dalam kelas
maupun di luar kelas. Dalam perspektif pedagogik, anak didik memiliki sejumlah
potensi yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan dan pembelajaran di
sekolah. Karena anak didik membutuhkan pendidikan agar anak didik menjadi manusia yang terdidik.
Anak didik memiliki potensi akal yang harus dikembangkan agar menjadi kekuatan
sebagai manusia yang bersusila dan berkecakapan sebagai modal dikehidupan
nyata. Maka dalam makalah ini akan dibahas masalah interaksi edukatif khususnya
dalam perspektif Islam [4].
Hal ini terlepas dari bahwa kitab suci al-Qur’an yang diturunkan sebagai
pedoman dan pemberi petunjuk bagi umat Islam, jadi penulis berpendapat bahwa
kiranya tepat jika menkaji interaksi edukatif dikupas juga dalam sudut pandang
Islam.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diutarakan di atas, adapun rumusan
yang masalah yang akan ditulis adalah sebagai berikut:
1.
Apakah
definisi interaksi edukatif?
2.
Bagaimanakah
interaksi edukatif dalam Islam?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan maslah tersebut maka tujuan penulisan
makah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui definisi interaksi edukatif
2.
Untuk
mengetahui interaksi edukatif dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Interaksi
Edukatif
1. Definisi Interaksi
Edukatif
Interaksi adalah hubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antara
orang perorangan, antara kelompok manusia maupun antara orang perorangan dengan
kelompok manusia. Interaksi sosial merupakan bentuk utama dari proses sosial,
yang mana proses sosial itu adalah pengaruh timbal balik antara berbagai bidang kehidupan bersama yang terdiri dari beberapa segi yaitu
kehidupan ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.
pengertian
pendidikan secara umum yaitu usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan
potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai
yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan yang mana pendidikan itu menjadi
kebutuhan mutlak manusia yang harus dipenuhi sepanjang hayat.
Menurut H. Bonner sebagaimana yang dikutip Abu Ahmadi, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan interaksi ialah suatu hubungan antara dua individu atau
lebih di mana tingkah
laku individu yang satu mempengaruhi,
mengubah,
dan memperbaiki individu yang lain. Begitu juga sebaliknya[5]
Interaksi edukatif adalah interaksi
yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran
(Sardiman AM.,2001,1) dalam arti yang lebih spesifik pada bidang
pengajaran,dikenal adanya istilah interaksi belajar mengajar.Dengan kata lain interkasi
edukatif adalah sebagai interkasi belajar mengajar. Interaksi belajar mengajar
mengandung suatu arti adanya kegiatan interaksi dari tenaga pengajar yang
melaksanakan tugas mengajar dan adanya anak didik sebagai warga belajar, dimana
dalam interaksi itu pengajar mampu memberikan dan mengembangkan motivasi serta
reinforcement kepada siswa agar dapat melakukan kegiatan belajar secara
optimal.
Situasi interaksi adalah
situasi hubungan sosial,maka dapat dikatakan bahwa manusia itu memasyarakatkan
diri atau dengan perkataan lain manusia membudidayakan diri dan
permasyarakatan,pembudayaan ini tidak akan ada hibis-habisnya sampai akhir
zaman.
2. Definisi
Kelompok (group)
Beberapa definisi kelompok banyak
diungkapkan para ahli, diantaranya antara lain:[6]
Menurut joseph S. Roucek bahwa suatu kelompok
meliputi dua atau lebih manusia yang diantara mereka trdapat beberapa pola
interaksi yang dapat dipahami para
annggotanya atau orang lain secara keseluruhan. Menurut Mayor polak
mengatakan bahwa kelompok sosial adalah suatu group, yaitu sejumlah orang yang
ada hubungan antara satu dengan yang yang ada hubungan antara satu dengan yang
lain dan hubungan itu bersifat sebagai sebuah struktur. Wila Huki (1989)
menuturkan kelompok merupakan suatu unit
yang terdiri dari dua orang atau lebih rang atau lebih, yang saling
berinteraksi atau saling berkomunikasi.
Jadi
dapat diungkapkan bahwa kelompok (group) menurut persfektif sosiologi adalah
sekumpulan dua orang atau lebih lebih yang saling berinteraksi dan terjadi hubungan
timbal balik di mana mereka merasa menjadi bagian dari kelompok tersebut.
Kelompok sosia dan terjadi hubungan timbal balik di mana mereka merasa menjadi
bagian dari kelompok tersebut.
Kelompok
sosial dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk. Hal ini sangat
berundapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk. Hal ini sangat bergantung
dari sudut pandang ahli yang bersangkutan. Ada ahli yang memandang dari sudut
terbentuknya, ada juga yan dari sudut pandang ahli yang bersangkutan. Ada ahli
yang memandang dari sudut terbentuknya, ada juga yang memandang dari tinjauan
kekuatan sosial menjadi kelompok kekerabatan, kelompok primer dan n, kelompok
primer dan kelompok sekunder,
gemeinschaft dan gessellshaft,
kelompok formal dan nonformal dan membership, dan reference, dan reference
group.[7]
Kumanto
Sunarto (2004) menyebutkan berbagai klasifikasi klompok sosial dari beberapa
pakar. Biersted membedakan empat jenis kelompok sosial berdasarkan ada tidaknya
organisasi, hubungan sosial antara anggota kelompok, dan kesadaran jenis, yaitu
kelompok statistik, kelompok kemasyarakatan, kelompok sosial, dan kelompok
asosiasi.
Merton
mengungkapkan kelompok merupakan sekelompok orang yang saling berinteraksi
sesuai pola yang telah mapan, sedangkan kolektiva merupakan orang yang mempun
saling berinteraksi sesuai pola yang telah mapan, sedangkan kolektiva merupakan
orang yang mempunyai rasa solideritas karena untuk menjalankan berbagai nilai
bersama dan dan yang telah memiliki rasa kewajiban moral untuk menjalankan harapan
peran. Konsep lain yang diajukan Merton ialah konsep kategori sosial.
Durkheim
membedakan antara kelompok yang didasarkan pada solidaritas mekanik dan
kelompok yang didasarkan pada solidaritas organik. Masih sederhana, sedangkan
solidaritas organis merupakan bentuk solidaritas yang sangat kompleks yang
telah kenal pembagian kerja yang rinci dan dipersatukan oleh
kesalingtergantungan antara bagian. Tonnies mengadakan pembedaan antara ukan
oleh kesalingtergantungan antara bagian. Tonnies mengadakan pembedaan antara
dua jenis kelompok, yang dinamakan gemeinschaft
dan gesellschaft. Gemeinschaft
digambarkan sebagai kehidupan bersama yang intim, pribadi, dan eksklusif, yakni
suatu keterikatan yang dibawa sejak lahir. Kelompok ini dibagi ke dalam tiga
jenis: gemeinschaft by blood,
gemeinschaft of place, gemeinschaft of mind. Gesellschaft merupakan
kehidupan publik, yang terdiri atas orang yang kebetulan hadir bersama, tetapi
masing-masing tetep mandiri dan bersifat sementara dan semu[8].
Cooley
memperkenalkan konsep kelompok primer. Sebagai lawannya, sejumlah ahli
sosiologi menciptkan kelompok sekunder. Suatu klasifikasi lain, yaitu pembedaan
antara kelompok dalam dan kelompok luar, didasarkan pada pemikiran summer.
Summer mengemukakan bahwa di kalangan antara anggota kelompok dalam dijumpai
persahabatan, kerjasama, keteraturan, dan kedamaian. Sedangkan interaksi antara
kelompok dalam dan kelompok luar cenderun ditndai kebencian, permusuhan,
perang, dan perampokan. Marton mengamati bahwa kadang-kadang prilaku seseorang
tidak mengacu pada kelompoknya yang di dalamnya dimana yang bersangkutan
menjadi anggota, melainkan pada kelompok lain. Dikala seorang berubah
keanggotaan kelompok, kemudian memberikannya dengan nama sosialisasi antisipatris. Persons memperkenalkan perangkat variabel
pola. Menurut Persons variabel pola merupakan seperangkat dilema universal yang
dihadapi dan harus dipecahkan seorang
pelaku dalam setiap situasi sosial.[9]
Secara umum
organisai dapat didefinisikan sebagai kelompok manusia yang berkumpul dalam
suatu wadah yang mempunyai tujuan sama, dan bekerja untuk mencapai tujuan itu.
Organisasi merupakan unit sosial yang dengan sengaja diciptakan dengan arti
bahwa pada saat tertentu telah diambil suatu keputusan untuk mendirikan sebuah
sekolah guna memudahkan pengajarn sejumlah mata pelajaran yang beraneka ragam.
Sekolah juga
dibentuk kembali dalam arti bahwa setiap orang-orang berhubungan satu sama lain
dalam konteks sekolah; ada yang mengajar, ada yang berusaha payah untuk
belajar, ada yang membersihkan ruangan, menyediakan makanan, atau melakukan
berbagai sekolah, philip Robinson(1987;238), mengungkapkan sekolah sebagai
suatu organisasi. Meskipun sekolah merupakan benda yang sudah tidak asing lagi
bagi kita semua, colleg-colleg bagi orang banyak, kemampuan kita untuk
menjelaskan dan menggeneralisasikan cara kerjanya dengan cara agak mendalam
masih dibatasi kekurangan-kekurangan dalam analisis[10].
Kemajuan
suatu negara tidak lepas dari suatu kualitas pendidikan pada negara itu, suatu
bangsa yang terbelakang dalam kualitas pendidikan merupakan salah satu faktor
kendala untuk bangkit dari kemiskinan. Pengalaman dari banyak negara maju di
dunia, ternyata pembangunan sektor pendidikan menjadi prioritas utama dalam
kebijakan pembangunan. Dengan kata lain, jika suatu negara ingin menjadi
diperhitungkan keberadaan di tengah masyarakat, pendidikan haruslah menjadi perhitungan dalam program
pembangunan.
3.
Interaksi Edukatif Anak Didik
Dalam
perspektif pedagogik, anak didik memiliki sejumlah potensi yang perlu
dikembangkan melalui proses pendidikan dan pembeajaran di sekolah. Kebutuhan
anak didik atas pendidikan disebut homo
educandum. Potensi anak didik yang bersifat laten tersebut perlu
diaktuaisasikan agar anak didik tidak disebut lagi sebgai animal educable,
sejenis binatang yang menginginkan dididik, tetapi harus sebagai manusia secara
mutlak, karena anak didik memang manusia,. Sebagai manusia, anak didik memiliki
potensi akal yang harus dikembangkan agar menjadi kekuatan sebagai manusia yang
bersusila dan berkecakapan sebagai modal kehidupan
nyata.
Sebagai
manusia, anak didik memiliki karakteristik, seperti dikatakan Imam Barnadib,
et.al. dalam Djamarah (2005), anak didik memiliki sejumlah karakteristik; belum
memiliki pribadi dewasa susila sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik;
masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga masih menjadi
tanggung jawab pendidik; memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang
berkembang secara terpadu, yaitu kebuhan biologis, rohani, sosial, intelegensi,
emosi, kemampuan berbicara, anggota tubuh untuk bekerja (kaki, tangan, dan
jari), latar belakang biologis, (warna kulit, bentuk tubuh, dan lain
sebagainya), serta perbedaan individual.
Davidman (1981) menekankan bahwa
cara beljar anak didik adalah cara anak didik mengatur lingkungan yang mereka
tertarik. Anak usia dewasa termotivasi unuk belajar pada topik tertentu karena
situasi kehidupan mereka membutuhkan suatu yang ingin diketahui, dan mereka
mengembangkan suatu topik yang dianggap menarik. Apa yang dipelajari anak pada
usia ini adalah berdasarkan pengalaman sekarang. Anak usia dewasa memilih suatu
topik berdasarkan latar belakang pengalaman pada suatu bidang, yang sering kali
menjadi pertibangan untuk sukses. Anak usia ini juga sering kali berorientasi
pada petunjuk sediri dalam belajar. Perbedaan individu antar anak didik, dalam
pengetahuan mereka, cara dan kompetensi, meningkat dengan umur.
Karenanya
dalam melaksanakan interaksi edukatif dalam pembelajaran, seorang pendidik
perlu memahami karakteristik anak didik. Kegagalan menciptakan interksi edukatif yang kondusif,
berawal dari munculnya pemahaman pendidik terhadap karakteristik anak didik.
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam peroses pembelajaran tidak akan
berlangsung sempurna bila minimnya pemahaman pendidik tentang karakteristik
anak didik.
B. Interaksi Edukatif dalam Perspektif Islam
1.
Interaksi Edukatif dalam Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an salah satu ayat yang menjelaskan tentang interaksi edukatif
yaitu dalam Surat Al- Kahfi : 71-76
فَٱنطَلَقَا حَتَّىٰٓ إِذَا
رَكِبَا فِي ٱلسَّفِينَةِ خَرَقَهَاۖ قَالَ أَخَرَقۡتَهَا لِتُغۡرِقَ أَهۡلَهَا
لَقَدۡ جِئۡتَ شَيًۡٔا إِمۡرٗا ٧١ قَالَ أَلَمۡ أَقُلۡ إِنَّكَ لَن تَسۡتَطِيعَ
مَعِيَ صَبۡرٗا ٧٢ قَالَ لَا تُؤَاخِذۡنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرۡهِقۡنِي مِنۡ
أَمۡرِي عُسۡرٗا ٧٣ فَٱنطَلَقَا حَتَّىٰٓ إِذَا لَقِيَا غُلَٰمٗا فَقَتَلَهُۥ
قَالَ أَقَتَلۡتَ نَفۡسٗا زَكِيَّةَۢ بِغَيۡرِ نَفۡسٖ لَّقَدۡ جِئۡتَ شَيۡٔٗا
نُّكۡرٗا ٧٤ ۞قَالَ أَلَمۡ أَقُل لَّكَ إِنَّكَ لَن تَسۡتَطِيعَ مَعِيَ صَبۡرٗا ٧٥
قَالَ إِن سَأَلۡتُكَ عَن شَيۡءِۢ بَعۡدَهَا فَلَا تُصَٰحِبۡنِيۖ قَدۡ بَلَغۡتَ
مِن لَّدُنِّي عُذۡرٗا ٧٦
Artinya: Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala
keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa
kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?"
Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. Dia (Khidhr)
berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali
tidak akan sabar bersama dengan aku".. Musa berkata: "Janganlah kamu
menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu
kesulitan dalam urusanku". Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala
keduanya berjumpa dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata:
"Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia membunuh orang
lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar". Khidhr
berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya kamu tidak
akan dapat sabar bersamaku?. Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu
tentang sesuatu sesudah (kali) ini, Maka janganlah kamu memperbolehkan aku
menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku".
Tidak ada
asbabun nuzul dari ayat ini, akan tetapi
terdapat riwayat yang menjelaskan tentang kisah awal cerita ini. Dari Ubay bin
Ka’ab bahwa dia mendengar Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Musa berdiri menyampaikan
khutbahnya kepada Bani Israel. Kemudian ia ditanya siapakah orang paling alim
(pintar)? Musa menjawab, ‘Akulah orangnya’. Maka, Allah pun menyalahkannya
karena ia belum mengetahui ilmu tentang itu.
Kemudian
Allah mewahyukan kepadanya bahwa ada seorang hamba yang berada di tempat
pertemuan dua laut yang lebih alim daripadanya. Musa berkata, “Bagaimana aku
menemuinya?” Allah berfirman, ‘Bawalah bersamamu seekor ikan yang diletakkan di
sebuah keranjang dari daun kurma. Di manapun ikan itu hilang, di situlah kamu
menemukannya.
Munasabah
antara ayat 60-70 dengan ayat 71-76 adalah secara umum kisah dalam ayat-ayat
tersebut merupakan satu kesatuan cerita yang saling melengkapi dan berkaitan
satu sama lain, dalam Al-Kahfi ayat 60-70 menjelaskan tentang pola hubungan
guru dan murid periode awal dan pada Al-Kahfi ayat 71-76 ini menjelaskan
tentang pola hubungan guru dan murid periode yang kedua, di mana nabi Musa
sudah mengikuti Khidir untuk belajar.
2.
Pola Hubungan Guru dan Murid dalam Perspetif
Al-Qur’an
Pola hubungan guru dan murid adalah
suatu bentuk interaksi yang terjadi antara guru sebagai pendidik dan murid
sebagai peserta. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utamanya
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik. Peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu. Dari pengertian ini, penulis menyimpulkan bahwa pendidik
dan peserta didik harus memiliki pola hubungan yang baik, agar tujuan
pendidikan yang direncanakan dapat tercapai.
Berdasarkan
surat Al-Kahfi ayat 71-76 di atas, hemat penulis, otoritas guru adalah:
a. Memberi
perintah atau tugas dalam rangka pembelajaran
b. Memberika
hukuman secara bijaksana kepada murid, dalam rangka kegiatan pembelajaran.
Dari
rangkaian kisah yang termaktub terdapat beberapa Ibrah yang menarik apabila
dikaitkan dengan pendidikan, yaitu sebagai berikut:
a. Hendaknya
seorang murid bersikap patuh terhadap perintah guru.
b. Perbuatan
Khidir dan Penilaian Musa merupakan gambaran : Suatu masalah yang sama jika
dilihat darisudut pandang berbeda akan melahirkan pemahaman dan penilaian
berbeda pula. Oleh sebab itu, secara langsung Khidir mengajarkan kepada Musa
agar menilai dirinya bukan dengan paradigma hukum, tetapi harus menggunakan
paradigma bathiniyah.
c. Seorang
murid harus memiliki kesadaran diri. Dalam arti, ketika ia berbuat salah,
seharusnya ia segera menyadari kesalahannya dan meminta maaf pada gurunya
dengan memperlihatkan kesungguhanya dalam bertobat.
d. Kisah
tersebut merupakan seruan kepada guru agar dalam mengingatkan muridnya
dilakukan secara bijaksana.
e. Ketika
seorang murid melakukan pelanggaran, hukuman yag diberikan harus disesuaikan
dengan pelanggarannya. Dalam hal ini, ketika terjadi pelanggaran pertama,
Khidir mengingatkan dengan ucapan lemah lembut. Ketika terjadi pelanggaran yang
kedua, Khidir mengingatkan musa dengan agak keras dengan ditambahkan kata Laka dan ketika terjadi pelanggaran
ketiga, Khidir menghukum musa dengan perpisahan, namun demikian ia pun
memberikan penjelasan (rahasia, hikmah) semua yang terjadi.
f.
Guru hendaknya bersikap sabar dalam
mendidik muridnya[11].
3.
Keterkaitan Hikmah dari al-Qur’an dengan Teori Pendidikan
Adapun keterkaitan ibrah dari al-Qur’an dengan
teori pendidikan sekarang yaitu.
Pertama, Ibn Jama’ah menjelaskan, seorang murid harus mematuhi, memuliakan,
menghormati, membantu dan menerima segala keputusan guru.Berkaitan dengan Qs.
Al-Kahfi: 72-75. Kedua, Muhammad
Athiyah al-Abrasyi menjelaskan, murid harus memiliki hubungan yang harmonis
dengan gurunya dan harus menyenangkan hati guru. Hal ini
berkaitan dengan Qs. Al-Kahfi: 76. Ketiga, Imam al-Ghazali menjelaskan,
pendidik hendaknya seorang yang manusiawi, humanis, demokratis, terbuka, adil,
jujur, berpihak pada kebenaran, menjunjung tinggi ahlak mulia. Berkaitan
dengan ibrah Qs. Al-Kahfi: 72-75 yang merupakan seruan kepada guru agar dalam
mengingatkan muridnya dilakukan secara bijaksana dan memberikan hukuman kepada
murid sesuai dengan pelanggarannya. Keempat, Menurut
Abuddin Nata, pendidik merupakan aktor utama yang merencanakan, menyiapkan, dan
melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Ia berfungsi tidak saja dalam
mengembangkan bakat, minat, wawasan, dan keterampilan, melainkan juga
pengalaman dan kepribadian peserta didik, hal ini berkaitan dengan Qs.
Al-Kahfi: 72-75.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan
untuk melaksanakan tujuan pendidikan dan pengajaran atau lebih dikenal dengan
istilah interaksi belajar mengajar. Interaksi edukatif hanya bisa tercipta
apabila seorang pendidik memenuhi kompetensi dan profesionalisme dalam proses
pembelajaran juga memahami latar belakang anak didik.
Adapun keterkaitan
al-Qur’an dengan teori pendidikan sekarang yaitu seorang murid harus mematuhi,
memuliakan, menghormati, membantu dan menerima segala keputusan guru, murid
harus memiliki hubungan yang harmonis dengan gurunya dan harus menyenangkan
hati guru, pendidik hendaknya seorang yang manusiawi, humanis, demokratis,
terbuka, adil, jujur, berpihak pada kebenaran, menjunjung tinggi ahlak mulia
dan pendidik merupakan aktor utama yang merencanakan, menyiapkan, dan
melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Ia berfungsi tidak saja dalam
mengembangkan bakat, minat, wawasan, dan keterampilan, melainkan juga
pengalaman dan kepribadian peserta didik.
[1] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan
Teoritis Psikologis, Jakarta, P.T Rineka Cipta, 2005, hlm, 10
[2] Miftahul Huda, Interaksi Pendidikan 10 Cara Qur’an Mendidik Anak, (Malang: UIN Malang
Press, 2008, hlm, 1
[3]
Imam Gunawan, Fungsi Guru dalam Kegiatan
Pembelajaran, diakses 4 Oktober 2018 Pubul 21.00 Wib dari
http://masimamgun.blogspot.com/2016/09/fungsi-guru-dalam-kelas.html
[4]
Hamidah Anan, Interaksi Edukatif di
Sekolah, diakse 4 Oktober 2018 Pukul 22.00 Wib dari http://hamidahmenulis.blogspot.com/2013/01/interaksi-edukatif-di-sekolah_31.html
[5] Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, Surabaya, Bina Ilmu, 1982, Cet. Ke-4, hlm, 42.
[6]
Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, Jakarta,Rajawali Pers, 2011, hlm. 117.
[7]Abul
Syani, Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan,
Jakarta: Bumi aksara, 2007, hlm,
105.
[8]Pengertian Solidaritas Mekanik dan Organik Beserta
contohnya, diakses 4 Oktober 2018 pukukl 23.00 Wib dari http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-solidaritas-mekanik-dan-organik-beserta-contohnya/
[9]
Jujuk Irawan, Klasifikasi Berdasarkan Kelompok Primer dan Sekunder
dikases pada tanggal 4 Oktober 2018 Pukul 23.30 Wib dari https://jujuknet.blogspot.com/2016/09/tugas-sosiologi-klasifikasi-berdasarkan.html
[10]
Hardiyati Herman, Sekolah Sebagai Sistem
Sosial dan Tujuan Sosial, diakses pada tanggal 4 Oktober 2018 Pukul 24.00
Wib dari http://hardiyantiherman.blogspot.com/p/sosiologi-pendidikan.html
[11]Uswatun
Hasanah, Pola Hubungan Guru dan Murid,
diakses 5 Oktober 2018 Pukul 21.00 Wib
http://uswatunhasanah1812.blogspot.com/2014/10/pola-hubungan-guru-murid-perspektif-al_16.html