Sabtu, 19 Februari 2022

Spiritualisasi Ayat-Ayat Asy-Syifa Dalam Kajian Tafsir Al-Misbah Pemikiran M.Quraish Shihab

By: Dr. (Can). Ebing Karmiza, S.Ud, M.Si


Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya setiap manusia menghendaki hidup dan kehidupan yang sehat, tenang, tentram dan bahagia, meskipun tidak selamanya kemauan dan keinginan tersebut tercapai.[1] Islam sebagai agama, sangat memperhatikan keberadaan manusia, karena itulah Islam membentangkan konsep yang sangat tegas tentang kehidupan yang sehat kepada manusia, misalnya mengenai apakah hidup dan kehidupan itu serta kemana arah tujuannya. Kesehatan merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan manusia karena dengan kondisi sehat, manusia bisa beraktifitas dengan nyaman dan banyak berbuat kebaikan dengan memberi manfaat kepada sesama. Sementara manusia adalah makhluk yang kompleks yang terdiri atas unsur fisik, psikis, sosial dan spiritual, maka manakala seseorang mengalami sakit tentunya harus dilakukan pemeriksaan dan penyembuhan secara menyeluruh.[2]

Pada hakikatnya manusia terdiri dari dua substansi, yaitu fisik dan psikis. Substansi fisik sendiri adalah substansi material, tidak berdiri sendiri, tidak kekal dan berada dalam alam jasad, sedangkan substansi psikis adalah substansi imaterial, berdiri sendiri tidak berbentuk komposisi, mempunyai daya mengetahui dan menggerakan, kekal dan berada di dunia metafisik. Fisik dan psikis berhubungan ketika al-nuṭfah memenuhi syarat dengan jiwa yang kemudian keduanya berpisah bersamaan dengan datangnya kematian.[3] Dengan begitu kondisi fisik manusia adalah sebuah media yang menjadikan manusia dapat berhubungan dengan manusia lainnya di dunia dan juga sebagai modal kebaikan untuk bekal hidup di akhirat.

Al-Qur’an memiliki hubungan erat dengan kehidupan manusia khususnya umat muslim karena al-Qur’an merupakan pedoman hidup utama umat muslim yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. Hal ini berkaitan dengan pengertian al-Qur’an  itu  sendiri  yang  salah  satu  pengertiannya  dikemukakan  oleh  Prof.  Dr. Rosihon Anwar, M. Ag. dalam bukunya yang mengatakan bahwa al-Qur’an merupakan kalam Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat al-Fatihah sampai akhir surah An-Nas.[4]

Al-Qur’an menyebutkan macam-macam penyakit yang hati yang menimpa manusia selain itu ia juga telah mengajarkan kepada manusia agar tetap melestarikan lingkungan dan menjaga kebersihan tempat tinggal supaya tidak menjadi sarang kuman dan bakteri. Al-Qur’an juga menghimbau untuk menjauhi makanan dan minuman yang mengandung penyakit dan ia juga memberitahu tata cara mengobati diri kita ketika sakit.[5] Mengingat al-Qur’an membantu manusia di bidang ini sehingga al-Qur’an menyebut dirinya sebagai “penyembuh penyakit”, yang oleh kaum muslimin diartikan sebagai

Melihat peran al-Qur’an sebagai pedoman utama umat muslim, maka hal tersebut tidaklah terlepas dari setiap kegiatan rutinan umat muslim, termasuk dalam setiap ritual keibadahan, mulai dari ibadah yang bersifat fardhu’ seperti shalat hingga ibadah-ibadah sunnah, semuanya tidak terlepas dari penggunaan al-Qur’an didalamnya. Tidak hanya itu, dalam kehidupan sehari-hari pun, al-Qur’an memiliki peranan penting karena al-Qur’an merupakan solusi dari setiap persoalan yang dihadapi manusia. Salah satu sifat al-Qur’an adalah sebagai asy-Syifa’ (obat)[6]asy-Syifa’ itu sendiri ditujukan untuk lahiriah dan bathiniah, sehingga tidak hanya penyakit hati, melainkan seluruh penyakit lahiriah yang bersumber dari hati manusia.

Dinyatakan sebagai asy- Syifa’ karena al-Qur’an dijadikan Allah sebagai mukjizat yang berdeda dengan kitab- kitab yang diturunkan sebelumnya. Selain dari itu, al-Qur’an juga mengandung ilmu yakin, ia merupakan pemberi nasihat serta peringatan. Hal ini sangat berkaitan erat dengan persoalan manusia  yang  berkaitan  dengan  ketentaun  Allah  Swt,  karena hidup manusia tidak selalu dalam suatu keadaan, ada senang begitu juga duka, ada sehat,  namun  ada  kalanya  sakit.  Semua  ini  merupakan  sunnatullah  yang  harus dihadapi oleh setiap manusia. Dari sekian banyak keadaan manusia yang dihadapinya, yang paling menarik adalah ketika manusia menghadapi keadaan duka dan sakit.

Salah satu di antara sekian banyak mukjizat al-Qur'an yang sudah terbukti sejak diturunkannya hingga saat ini adalah bisa menjadi obat penyembuh. Kemukjizatan al-Qur'an ditegaskan dalam firman Allah Swt:

وننَزِّلُ مِنَ القرآنِ مَا هُوَ شفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِّـلْمُؤْمِنِيْنَ، وَلاَ يَزيْدُ الظالِمِيْنَ إلاَّ خَساراً
Artinya: “Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al Isra’: 82)

Menurut Abu Bakar Al Jazairi, huruf من pada ayat di atas berfungsi sebagai penjelas (مبينة) bagi huruf maushul ما, bukan ibtida’ atau zaidah.[7] Sementara itu, Muhammad Sayyid Thanthawi mengatakan bahwa huruf من pada ayat tersebut bukan untuk tab’idh (للتبعيض) atau menunjukkan sebahagian, melainkan al jins (للجنس). Dengan demikian, ayat tersebut menegaskan bahwa semua kandungan al-Qur’an merupakan obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.[8]

Syifā‟ itu sendiri, oleh az-Zarkasyi digolongkan sebagai nama lain dari Alquran yang diuraikan melalui penjelasan bahwa Alquran dapat berfungsi sebagai asy-Syifa’ bagi orang-orang beriman dari penyakit kekafiran, dan bagi orang-orang yang mengetahui dan mengamalkannya dapat berfungsi sebagai asy-Syifa’ dari penyakit kebodohan.[9] Lebih lanjut,Ibnu Katsir justru memasukkan asy-Syifa’ sebagai nama lain dari surah al-Fatihah, karena ada keterangan yang diriwayatkan secara marfu’ oleh ad-Darimi dari Abu Said, “Fatihatul kitab merupakan obat dari segala racun”. Al-Fatihah dinamai ar-Ruqyah berdasarkan hadist dari Abu Said al-Khudri, yaitu tatkala dia menjampi orang yang sehat maka Rasulullah bersabda kepadanya, ”Dari mana anda tahu bahwa Fatihah merupakan jampi?” Fatihah juga dinamai Asasul-Quran berdasarkan keterangan yang diriwayatkan oleh asy-Syaitibiy dari Ibnu Abbās bahwa dia menamainya AșasulQuran.Ibnu Abbās berkata, “Dasar al-Fātihah ( ىَانسدًُانهھانسدًتع “( Sufyan bin Uyainah menamai Alquran dengan al-Wāqiyah (penjagaan). Yahya bin Abi Katsir menamainya dengan al-Kāfiyah (yang mencakupi) berdasarkan keterangan dalam beberapa Hadits mursal yang menyatakan, “Ummul-Quran sebagai pengganti dari selain namanama al-Fātihah. Selain nama-nama al-Fātihah itu tidak ada lagi nama sebagai penggantinya.[10]

Untuk melengkapi pemaknaan lebih jauh tentang term syifā’, sangat diperlukan tinjauan dari berbagai kitab tafsir. Dalam hal ini, M. Quraish Shihab menyatakan bahwa kata syifā’ bisa diartikan kesembuhan atau obat, dan digunakan juga dalam arti keterbatasan dari kekurangan, atau ketiadaan arah dalam memperoleh manfaat. Ibnu Bādīs dalam sebuah karyanya mengartikan syifā’ sebagai kesembuhan dari penyakit, baik fisik maupun psikis.[11]

Dalam pandangan M. Quraish Shihab, ketika menafsirkan kata asy-Syifa’ dalam Tafsir al-Misbah, yaitu yang biasa diartikan “kesembuhan atau obat” dan dapat digunakan juga dalam arti  “keterbatasan  dari kekurangan” atau “ketiadaan aral” dan memperoleh manfaat. Dan juga M Quraish Shihab berpandangan, ketika sedang mengomentari pendapat para ulama yang memahami bahwa ayat-ayat  Al- Quran itu dapat mengobati dan menyembuhkan segala sesuatu penyakit jasmani.  Menurutnya,  bukan  penyakit  jasmani,  melainkan  hanya  adalah sesuatu penyakit ruhani (jiwa) yang berdampak pada jasmani. Ia adalah psikosomatik. Menurutnya, tidak jarang seseorang merasa sesak nafas atau dada bagaikan tertekan karena adanya ketidakseimbangan ruhani.[12]

Banyak mufassirin yang menafsirkan tentang  makna asy-Syifa’ dengan penafsiran  bahwa  al-Quran  adalah  sebagai  obat  penyakit  apa  yang  ada dalam  dada.  Akan  tetapi   semakin  maju  ilmu  pengetahuan   dan  juga banyaknya penelitian, muncul banyak hal-hal yang menakjubkan dalam Al- Quran, tidak  hanya sebagai obat  ruhani semata,  akan tetapi  juga sebagai jasmani. Namun dalam hal ini M. Quraish Shihab hanya menekankan bahwa al-Qur’an sebagai asy-syifa’ hanya untuk penyakit runahi saja atau mental.

M. Quraish Shihab beranggapan bahwa makna asy-Syifa’ sebagai pengobat penyakit ruhani atau mental hal ini dikarenakan ketika seseorang membaca al-Qur’an ada suatu spirit atau kekuatan berupa ketenangan dan ketegaran bagi yang membacanya, tentu ada beberapa kasus pengobatan dengan terapi al-Qur’an, kemudian ada seorang dokter yang sebelum mulai pengobatan menyuruh pasiennya membaca al-Qur’an. Hal inilah menunjukkan bahwa al-Qur’an sebagai asy-Sifa’ bisa memberikan spirit atau semangat bagi manusia untuk sembuh dari penyakitnya.

Kajian Pustaka

            Konsep Syifa’ dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib Karya Fakhruddin al-Razi, ini adalah sebuah disertasi yang disusun oleh Dr. Aswadi, M. Ag. untuk menyelesaikan pendidikan S-3nya di UIN Syarif  Hidayatullah Jakarta tahun 2007. Pada disertasi ini penulisnya hanya mengungkap konsep syifā’ pada kitab tafsirnya ar-Razi saja termasuk metode yang digunakan ar-Razi dalam menafsirkan ayat Syifa’.

Konsep al-Qur’an sebagai Syifā’; Telaah atas Persepsi Ibnu Qayyim al-Jauziyah Tentang Penyembuhan Gangguan Kejiwaan Dengan al-Qur’an. Ini adalah skripsi yang disusun oleh Ahmad Fauzi untuk memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Theology Islam di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam skripsi ini, penulisnya memaparkan persepsi Ibnu Qayyim tentang ayat-ayat syifā’ dalam al-Qur’an serta al-Qur’an sebagai syifā’ dari aspek psikologi. Menurut Ibnu Qayyim al-Qur’an adalah syifā’ dan itu mencakup keseluruhan al-Qur’an dan bukan salah satu ayat atau salah satu surat al-Qur’an. Termasuk di dalamnya memuat konsep, prinsip dan bentuk terapi penyembuhan menurut Ibnu Qayyim. Terapi yang ditawarka Ibnu Qayyim adalah terapi psiko-religius yang merupakan salah satu pendekatan terapi dalam penyembuhan kejiwaan berdasarkan paham keagamaan dan ajaran-ajarannya yang dilakukan oleh pemuka agama. Terapi ini bertujuan untuk menguatkan daya tahan mental. Ahmad Fauzi dalam menyusun skripsi ini mengkhususkan pemikiran Ibnu Qayyim dan aspek psikologi yang ada di dalamnya

Umar Latif, Al-Qur’an Sebagai Sumber Rahmat dan Obat Penawar (asy-Syifa’) Bagi Manusia, Jurnal Al-Bayan Tahun 2014. Sebagai wahyu yang dipandang begitu bernilai, al-Qur’an dengan tingkat sakralitasnya telah menghadirkan pemahaman tanpa batas. Pemahaman ini bisa dilacak berdasarkan sejumlah peristiwa yang berkembang dalam konteks sosial masyarakat, dan konteks tersebut tampaknya begitu terikat dengan tanda-tanda (ayat-ayat) empiris, seperti manusia terkadang siap menerima sesuatu yang memiliki kebenaran (tashdiq) atau terkadang siap menolak sebagai kepalsuan (takhdhib). Dua bentuk ini dapat dianggap sebagai rahmat dan obat   penawar bagi manusia. Bahkan tanda-tanda yang dimaksudkan dalam al-Qur’an, yang oleh Allah merupakan ungkapan kongkret bertujuan membimbing (ihtida’) manusia ke jalan yang benar, dan bukan sebagai laknat bagi hambanya.

Adad  Siddudin.  Konsep  Asy-Syifa’  dalam Al-Qur’an  Berdasarkan Tafsir Ibnu Kasir dan Mafatih Al-Ghaib, UIN Sunan Gung Jati Tahun 2014. Skripsi ini menyajikan penelitian tentang konsep asy-Syifa menurut tafsir Ibnu Kasir dan Mafatih Al-Ghaib. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa beberapa ayat al-Quran yang didalamnya membahasa tentang asy-Syifa’ dengan menggunakan sudut pandang Ibnu Katsir dan Fakhruddin Al-Razi. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui  konsep  asy-Syifa’ dalam  al-Quran,  mengetahui  metode penafsiran  Ibnu Kasir dan Fakhruddin Al-Razi serta penafsiran terhadap ayat-ayat yang terkait dengan asy-Syifa’. Hasil dari analisis menunjukan bahwa Ibnu Kasir dan Al-Razi tidak banyak bertentangan ketika menafsirkan asy-Syifa’ dalam Al-Qur’an. Keduanya mengutarakan bahwa  asy-Syifa’  memiliki  tiga  makna,  yang  pertama  asy-Syifa’  dimaknai  sebagai penyembuh bagi hati dan badan manusia, yang kedua sebagai penyembuh badan manusia dan yang ketiga sebagai penyembuh hati manusia saja. Kemudia ada dzat lain sebagai penyembuh badan manusia yaitu madu yang masuk dalam kategori asy-Syifa’.

 



[1] M. Hamdani Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta, 2004, hlm. 1

[2] Arman Yurisaldi Saleh, Berdzikir Untuk Kesehatan Saraf, Zaman, Jakarta, 2010, hlm. 17

[3] Moh. Sholeh dan Imam Musbikin, Agama Sebagai Terapi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 69

[4] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia 2012), hlm, 11

[5] Abdul Mun’im Qindil, al-Qur’an Obat Paling Dahsyat; Mengungkap Secara Medis Keajaiban Kesehatan & Pengobatan al-Qur’an, Hilal Pustaka, Pasuruan, 1429 H, hlm. 2

[6] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qura, terj. Aunur Rafiq El-Mazni, (Jakarta,Pustaka Al-Kautsar, 2006). Hlm. 56

[7] Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Aisaru Al Tafasir Li Kalam AL ‘Aliyyi Al Kabir. Kairo: Dar Al Hadits, 2006, Juz 2, hal. 249

[8] Muhammad Sayyid Thanthawi, Al Tafsir Al Wasit. Kairo: Dar Al Sa’adah, 2007, Jilid 8, hal. 416.

[9] Imam Badr ad-Din Muhammad bin `Abdullah az-Zarkasyi (745-794 H.), alBurhan fī Ulūm al-Qur‟ān (Beirut: Dar al-Fikr, 1980), Jilid. I, h. 275 dan 280. Dalam hal ini ia merunjuk pada QS al-Isrā‟: 82.

[10] Muhammad Nasib ar-Rifā`i, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsīr, (Jakarta : Gema insani 1999), Jus I, h. 49-50.

[11] M.Quraish shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm, 532.

[12] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, (Jakarta: Lantera Hati, 2002), hlm, 531

[13] Qamaruddin Saleh (dkk), Asbabun Nuzul;latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat al-Qur’an, Bandung,  CV. Diponegoro,  cet Ke ix, 2007

                [14]Kementrian Agama RI,  Al-Qur’an dan Tafsirnya, Sinergi Pustaka Indonesia, Jakarta, 2012, hlm, 70

           [15] Abd. Al-hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu’i suatu pengantar, Rajawali Pers, Jakarta, 1996, hlm, 45-46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar