Jumat, 25 Februari 2022

Manajemen Waktu Dalam Q.S Al-Ashr

 By. Dr (Can) Ebing Karmiza, S.Ud, M.Si


Perkembangan zaman bertujuan untuk memudahkan manusia dalam hampir di segala hal. Dengan kemudahan yang terjadi manusia bisa bekerja 100 kali lebih cepat dan besar dari zaman sebelumnya. Akan tetapi hal ini juga, membuat manusia menjadi makhluk yang sibuk dan sempit akan waktu yang dimiliki. Bahkan tidak sedikit waktu malam yang seharusnya waktu istirahat menjadi waktu kerja. Tidak lain hal ini dikarenakan manusia cenderung merasa kurang dengan waktu yang dimiliki. Ada juga karena kemudahan dari zaman saat ini, manusia memiliki banyak waktu yang tidak bisa dikelola dengan baik dan cenderung menjadi makhluk yang "malas". Tentunya ini sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam, yang mengatur waktu sedisiplin mungkin.

Waktu merupakan deposito paling berharga yang dianugerahkan Allah  SWT  secara  gratis  dan  merata  kepada  setiap  orang.  Apakah  dia orang  kaya,  miskin,  penjahat,  ataupun  orang  alim  akan  memperoleh deposito  waktu  yang  sama,  yaitu  24  jam  atau  1.440  menit  atau  sama dengan   86.400   detik  setiap  hari.  Tergantung   kepada   masing-masing manusia bagaimana dia memanfaatkan deposito tersebut[1].

Waktu adalah salah satu dimensi dalam hidup manusia. Karakter waktu senantiasa berpacu secara cepat, tanpa terasa, dan tiba-tiba menghujam.   Tidaklah   heran  masyarakat   Arab  mengkiaskan   cepatnya waktu  dengan  kilatan  pedang  menyambar,  al-waqt  ka al-saif  fa in lam taqtha’haa    qatha’aka    (waktu    laksana    pedang,    jika    kamu   tidak memanfaatkannya,  maka ia akan menebasmu).[2] Dengan  melihat  betapa  pentingnya  nilai waktu  dan betapa  besar nikmat   Allah  Swt  yang   terkandung   di dalamnya.   Al-Qur’an   memberikan perhatian yang sangat besar terhadap masalah waktu dilihat dari berbagai sudut dan berbagai macam bentuk personifikasi.

Allah bersumpah pada permulaan surat tertentu dalam Al-Qur’an dengan menggunakan fase tertentu dari waktu seperti wal laili wan nahari (demi malam dan siang), wal fajr (demi waktu fajar), wad dhuha (demi waktu dhuha), wal ashr (demi waktu ashar).[3]

Hidup akan bermakna selama manusia mampu memberikan makna terhadap waktu. Bahkan dalam surah al-ashr menegaskan dan memberikan perhatian   khusus   terhadap   nilai   dan   esensi   waktu   sebagai   sebuah peringatan. Demi waktu, sesungguhnya manusia pasti dalam keadaan rugi, kecuali mereka yang mampu memberikan makna terhadap waktu dengan penunjukan amal prestatif dan saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran.

Waktu  merupakan  rangkaian  saat,  momen,  kejadian  atau  batas awal dan akhir sebuah peristiwa. Hidup tidak mungkin ada tanpa dimensi waktu, karena hidup  merupakan  rangkaian  gerak yang terukur.  Bahkan, dapat   dikatakan   bahwa   waktu   adalah   salah   satu   dari   titik   sentral kehidupan.  Seseorang yang menyia-nyiakan  waktu, pada hakikatnya dia sedang mengurangi makna hidupnya. Bahkan, kesengsaraan manusia bukanlah terletak pada kurangnya harta, tetapi justru karena membiarkan waktu berlalu tanpa makna[4]

Dalam agama Islam ketentuan penggunaan waktu banyak disebutkan dalam al-Qur’an dan Hadits. Dalam al-Qur’an, penulis mengambil satu surah yang khusus dalam mengatur waktu, yaitu surah al-‘Ashr ayat 1 sampai 3 :

وَٱلۡعَصۡرِ ١  إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ ٢  إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ ٣

Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran

Dalam tafsir KEMENAG RI mengenai surat ini, pokok dari surat ini adalah anjuran untuk saling memperingatkan dalam kebaikan, sebab orang yang tidak melaksanakan kebaikan akan dalam merugi.[5] Pokok ini diambil dari alasan manusia dalam keadaan merugi yang kemudian dijelaskan pada ayat ketiga. Penjelasan pada tafsir ayat ini, bahwa manusia yang tidak dapat menggunakan masa (waktu) dengan sebaik-baiknya termasuk golongan yang merugi.[6]

Menurut prof M. Quraish Shihab tentang surah al-‘Ashr dalam Tafsir al Misbah, didalam surah al-‘Ashr ini, Allah memperingatkan tentang pentingnya waktu dan bagaimana seharusnya ia diisi. Menurut beliau surat al-‘Ashr diambil dari ayat pertama surat ini. Para ulama sepakat mengartikan kata 'ashr pada ayat pertama surah ini dengan waktu, hanya saja mereka berbeda pendapat tentang waktu yang dimaksud. Prof M. Quraish Shihab pun mengartikan al-‘Ashr adalah waktu secara umum.[7] Dari yang kita dapat diatas bahwa manusia cenderung dalam kelalaian dan diingatkan Allah SWT untuk mengisi waktu dengan sebaik-baiknya, ini mencegah dari manusia untuk keluar dari kerugian.

Imam Asy Syafi’i rahimahullah dalam Tafsir Ibnu Katsir 8/499, mengenai surat ini pernah berkata:

لَوْتَدَبَّرَالنَّاسُ هَذِهِ السُّوْرَةَلَوَسَعَتْهُمْ

Artinya:Seandainya setiap manusia merenungkan surat ini, niscaya hal itu akan mencukupi untuk mereka.

Hal ini dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah, beliau menjelaskan maksud perkataan Imam Asy Syafi’i, “Maksud perkataan Imam Syafi’i adalah surat ini telah cukup bagi manusia untuk mendorong mereka agar memegang teguh agama Allah dengan beriman, beramal sholih, berdakwah kepada Allah, dan bersabar atas semua itu. Beliau tidak bermaksud bahwa manusia cukup merenungkan surat ini tanpa mengamalkan seluruh syari’at. Karena seorang yang berakal apabila mendengar atau membaca surat ini, maka ia pasti akan berusaha untuk membebaskan dirinya dari kerugian dengan cara menghiasi diri dengan empat kriteria yang tersebut dalam surat ini, yaitu beriman, beramal shalih, saling menasehati agar menegakkan kebenaran (berdakwah) dan saling menasehati agar bersabar.” [Syarh Tsalatsatul Ushul][8]

Tentu dari penjelasan di atas tidak banyak perbedaan pendapat pada orang dewasa, karena orang yang sudah dewasa dianggap sudah seharusnya bijak dalam menggunakaan waktu. Tetapi belum memuaskan pertanyaan yang ada pada kondisi zaman sekarang. Pemahaman yang umum dari surat al-‘Ashr akan menggiring pemikiran dalam memaknai surah tersebut selain dari beriman dan beramal sholeh akan dalam kerugian. Tentu harus ada pembahasan yang lebih komprehensif mengenai pemahaman orang-orang masuk dalam kategori orang yang merugi dan orang yang beruntung dalam surat tersebut yang berkatian dengan manajemen waktu.

Dari pemaparan di atas sudah sangat jelas bahwa banyak manusia yang lalai dan tidak memanfaatkan waktunya dengan berbuat kebaikan, dalam kenyataan fakta dalam realita kehidupan, semakin majunya teknologi yang mempermudah kehidupan manusia, namun disisi lain kemudahan itu semakin melalaikan manusia terhadap waktu, dimana waktu banyak dibuang sia-sia untuk hal yang tidak bermanfaat. maka dari itu dengan kemajuan teknologi dan segala kemudahan dan banyak hal-hal yang berupa kesenangan dan membuat manusia menyia-nyiakan waktu, maka tentu haruslah pandai-pandai mengendalikan pengaru teknologi dan memanajemen waktu dengan baik.



[1] Toto Tasmaran, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm. 73-74.

[2] Kamaruddin Baso, Renungan Pribadi Dalam Rangkuman 5000 Mutiara, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1990), hlm. 331.

[3] Yusuf Al-Qardhawi, al-Waqtu fi Hayati al-Muslim, terj. Ali Imron, Waktu Adalah Kehidupan, (Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2005), hlm. 1.

[4] Toto tasmaran, Kecerdasan Ruhaniahhlm. 154.

[5] KEMENAG RI, AlQur’an & Tafsirnya Jilid X, Lentera Abadi, Jakarta, Cetakan 2010, hlm, 765

[6] KEMENAG RI, AlQur’an & Tafsirnya Jilid X…hlm, 768

[7] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah:Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Lentera Hati, Jakarta, Cetakan 2010, hal 584

[8] Muhammad Nur Ichwan Muslim, Tafsir Surat al-Ashr Membebaskan diri dari Kerugian, diakses dari https://muslim.or.id/2535-tafsir-surat-al-ashr-membebaskan-diri-dari-kerugian.html pada tanggal 22 September 2018


Tidak ada komentar:

Posting Komentar