Kamis, 20 Oktober 2022

Kontekstualisasi Peran Suami dan Istri Dalam Rumah Tangga Di Era Modern

 Dr (Can) Ebing Karmiza, S.Ud, M.Si



Keharmonisan suatu keluarga memang sangat ditentukan bagaimana kualitas seorang suami dalam memimpin keluarga, bagaimana kualitas seorang istri dalam mengelolah rumah tangga, kerjasama suami istri yang baik inilah akan melahirkan keluarga yang harmoni dan berkualitas, serta akan menghasilkan generasi penerus yang berkualitas, anak-anak yang cerdas, sholeh dan sholehah, berkarakter dan mempunyai masa depan yang cerah. 

Rumah tangga sebagai kerajaan kecil dari suatu keluarga, memang sudah selayaknya dipimpin oleh seorang pria. Namun demikian, derajat kepemimpinan pria atas wanita bukanlah derajat kemuliaan, melainkan lebih kepada derajat tanggung jawab dan tugas secara fungsional sebagai kepala keluarga. Dalam hal kepemimpinan ini, kadangkala wanita merindukan pada kepemimpinan pria (suaminya) dalam segala hal. Pria secara kodrati memang dituntut memiliki keunggulan dan kelebihan dari wanita, agar ia dianggap layak sebagai tempat sandaran wanita (istrinya). Peran dan tugas perempuan dalam keluarga secara garis besar dibagi menjadi peran wanita sebagai ibu, sebagai istri, dan anggota masyarakat.

Wanita (istri) adalah pemimpin dalam urusan rumah tangga, sedangkan suami adalah pemimpin dalam urusan keluarga. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah yang artinya “setiap manusia keturunan adam adalah kepala, maka seorang pria adalah kepala keluarga, sedangkan wanita kepala rumah tangga” (HR. Abu Hurairah). namun dalam praktisnya  kepemimpinan dan tugas-tugas keluarga itu lebih banyak dilakukan oleh pihak wanita. Dengan kelemah-lembutannya, seorang wanita sebagai ibu rumah tangga dan berperan sebagai faktor penyeimbang kaum pria dalam kehidupan keluarga, wanita dapat mengerjakan apa yang tidak dapat dikerjakan oleh pria, seperti mengatur urusan rumah tangga, memasak, mengasuh dan mendidik anak-anak, menyiapkan keperluan suami dan anaknya, dan sebagainya

Suami sebagai pemimpin rumah tangga memiliki kewajiban mencakupi seluruh kebutuhan anggota keluarga. Beban kewajiban yang ditanggung suami lebih besar dibanding beban yang ditanggung istri, mengingat suami memiliki kelebihan dalam aspek fisik dan mental. Pembebanan kewajiban kepada suami sesuai dengan besarnya hak yang diterima suami, yang tidak dimiliki istri. Walaupun prinsip kewajiban dan hak suami istri berlaku seimbang, tetapi proporsionalitasnya tidak dapat mengabaikan perbedaan kemampuan yang secara fitrah dimiliki suami istri. Dengan demikian besarnya kewajiban suami dibandingkan istri tetap dianggap memenuhi prinsip keseimbangan mengingat besarnya hak serta kelebihan yang dimiliki suami

Suami wajib memperlakukan istrinya dengan baik, memperhatikan kepentingan istri, dan mencukupi kebutuhannya, baik kebutuhan lahir, maupun batin. Kewajiban tersebut secara umum mengarah kepada mu’asyarah bil ma’ruf, yaitu hubungan baik yang ditunjukkan oleh suami kepada istri, baik lisan maupun perbuatan.

Berdasarkan kutipan di atas, kewajiban utama suami sebagai kepala rumah tangga adalah memenuhi seluruh kebutuhan yang dibutuhkan untuk kelangsungan suatu keluarga, baik yang mencakup kebutuhan materi, maupun non materi. Pembenahan kewajiban tersebut sesuai dengan pengakuan syara’ terhadap suami sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap terpenuhinya seluruh kebutuhan yang dibutuhkan anggota keluarga

Adapun istri digambarkan sebagai sosok yang memiliki kelebihan dalam hal kelembutan, dan memberi ketenangan batin kepada suami. Oleh karena itu, peranan istri lebih banyak ditekankan kepada kewajiban yang tidak membutuhkan kerja fisik yang keras, seperti mencari nafkah dan bekerja di luar rumah. Penekanan kewajiban istri kepada hal-hal yang lebih mengutamakan kerja batin merupakan pembagian peranan yang proporsional, sesuai dengan fitrah dan karakter istri yang lemah dalam segi fisik, dibandingkan suami. Pembagian peranan tersebut tidak seharusnya dilihat dengan kecurigaan adanya bias gender yang menganggap suami lebih superior dibandingkan istri. Tetapi lebih kepada pengembalian tugas dan kewajiban, sesuai dengan kelebihan dan tabiat yang dimiliki oleh suami istri.

Kepatuhan istri kepada suami adalah kepatuhan yang bersifat proporsional, dengan batasan tidak melanggar perintah Allah. Kepatuhan istri tidak diartikan sebagai kepatuhan yang didasarkan kepada kewenangan memerintah, dan menjadikan istri sebagai bawahan suami, tetapi lebih diartikan sebagai kepatuhan yang didasarkan pada kasih sayang, sebagaimana tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. 

Kewajiban istri untuk menjaga dirinya dan menjaga harta suaminya juga menunjukkan tertib hukum paling mendasar yang dibutuhkan masyarakat. Ketika istri dari setiap keluarga dapat menjaga dirinya pada saat suami tidak berada di rumah, maka masyarakat akan terlindungi dari potensi fitnah dan perselingkuhan yang merusak citra masyarakat dan mendorong berbuat dosa. Demikian pula kewajiban istri untuk mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari merupakan tugas yang paling sesuai dengan kodrat istri yang secara fisik lebih lemah dan secara psikologis lebih memiliki kesabaran untuk mengurus rumah tangga dan anak.

Bicara soal peran suami dan istri di era modern tentu akan sedikit mengalami pergeseran dibanding dengan zaman dahulu, karena mengingat wanita saat ini tidak lagi hanya dirumah, namun sebagian wanita juga ada yang bekerja di luar rumah, lalu bagaimana menghadapi permasalahan tersebut.

Menurut pandangan penulis, pasangan merupakan teman hidup, jadi diantara suami dan istri tidak ada yang lebih tinggi posisinya, tapi memiliki posisi yang sejajar, maka dalam berbagi peranpun harus sama-sama, hanya dalam permasalahan mengandung, melahirkan serta menyusui saja yang tidak bisa digantikan oleh laki-laki, namun untuk tugas dan pekerjaan lainnya bisa dilakukan secara bersama-sama.

Perlu diingat istri bukanlah pelayan laki-laki, istri juga bukanlah ratu yang mesti dilayani, adapun sebaliknya laki-laki bukanlah raja yang perlu dilayani, dan laki-laiki juga bukan pelayan wanita, tidak ada yang di atas dan tidak ada yang dibawah diataranya, tidak ada yang didepan dan tidak ada yang dibelakang, laki-laki dan perempuan bisa berjalan sejajar dan beriringan, sehingga urusan rumah tangga bisa lebih harmoni. maka akan terwujudlah rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warohmah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar