Dr. (Can), Ebing Karmiza, S.Ud, M.Si
Pembaharuan pemikiran Islam di Mesir baik
dalam bidang agama, sosial, pendidikan diawali dan dilatarbelakangi oleh
kedatangan Napoleon Bonaparte pada tahun 1798 M. Dalam tempo lebih kurang tiga
minggu Napoleon dapat menaklukan Mesir. Kedatangan Napoleon ke Mesir tidak
hanya membawa pasukan, ia juga membawa sejumlah ilmuan dalam berbagai bidang.
Dalam rombongan terdapat 500 orang sipil dan 500 orang wanita. Di antara kaum
sipil tersebut terdapat 167 ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Beliau
juga membawa dua set alat percetakan huruf latin, Arab, dan Yunani.[1]
Dengan demikian, misinya tersebut bukan hanya saja untuk kepentingan militer
tetapi juga untuk kepentingan ilmiah.
Napoleon
Bonaparte menguasai Mesir sejak tahun 1798 M. Ini merupakan momentum baru bagi
sejarah umat Islam, khususnya di Mesir yang menyebabkan bangkitnya kesadaran
akan kelemahan dan keterbelakangan mereka. Kehadiran Napoleon Bonaparte di
samping membawa pasukan yang kuat, juga membawa para ilmuwan dengan seperangkat
peralatan ilmiah untuk mengadakan penelitian.[2]
Hal inilah yang membuka mata para pemikir-pemikir Islam untuk melakukan
perubahan meninggalkan keterbelakangan menuju modernisasi di berbagai bidang
khususnya bidang pendidikan. Upaya pembaharuan dipelopori oleh Muhammad Ali
Pasya, kemudian diikuti oleh pemikir-pemikir lainnya.
Untuk lebih memahami pemikiran pendidikan Islam pada masa pembaharuan Islam di Mesir, penulis dalam makalah ini akan memaparkan tentang latar belakang timbulnya pembaharuan pemikiran pendidikan Islam di Mesir, tokoh-tokoh penggagas dan pemikirannya dan sistem pendidikan di Mesir pada masa pembaharuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Munculnya Pembaharuan di Mesir
Mesir sebelum dikuasai oleh Napoleon berada
dibawah kekuasaan kerajaan Turki Usmani. Meskipun begitu, karena semakin
melemahnya kekuasaan sultan-sultan di kerajaan Turki Usmani, Mesir melepaskan
diri dari kekuasaan yang berpusat di Istambul dan menjadi daerah otonom.
Kerajaan Turki Usmani masih mengirim pasya Turki ke Kairo sebagai wakil dalam
memerintah daerah ini, namun kekuasaan sebenarnya ada dibawah kendali kaum
Mamluk.[3]
Kaum Mamluk berasal dari budak-budak yang
dibeli di Kaukasus,suatu daerah pegunungan yang terletak di batasan antara
Rusia dan Turki. Mereka dibawa ke Istambul atau ke Kairo untuk diberi didikan
militer. Dalam perkembangan selajutnya kedudukan mereka meningkat. Di antaranya
ada yang dapat mencapai jabatan militer tertinggi.[4]
Pemimpin mereka disebut Syekh Al Balad, namun
karena mereka bertabiat kasar dan biasanya berbahasa Turki dan tidak bisa
berbahasa Arab, hubungannya dengan rakyat tidak begitu baik. Hal ini salah satu
faktor yang menyebabkan mudahnya tentara Napoleon menguasai daerah Mesir. Perancis
waktu itu adalah sebuah negara yang cukup besar dan menjadi saingan
Inggris.Tujuan Napoleon menguasai Mesir adalah untuk memutus hubungan Inggris
dan India. Di samping itu Mesir adalah daerah yang cukup baik untuk memasarkan
hasil produksi Perancis. Napoleon juga mempunyai misi pribadi untuk mengikuti
jejak Alexander yang pernah berhasil menguasai Eropa dan Asia sampai ke India.
Napoleon mendarat di Alexandria pada tanggal
2 Juni 1798 M, dan esok harinya kota pelabuhan ini dapat dikuasai. Tiga minggu
setelahnya, Napolen dapat menguasai Mesir. Kaum Mamluk lari ke Kairo, namun
karena tidak mendapat sokongan dari rakyat, mereka lari ke Mesir selatan. Setelah
menguasai Mesir, Napoleon menyerang Palestina. Akan tetapi setelah sampai di
Palestina ternyata sedang berjangkit penyakit kolera, sehingga banyak tentara
Perancis yang meninggal dunia.[5]
Napoleon meninggalkan Mesir pada 18 Agustus
1799 dan ekspedisi yang dibawanya ditinggalkan di bawah pimpinan Jendral
Kleber. Dalam pertempuran yang terjadi dengan armada Inggris, tentara Perancis
mengalami kekalahan, sehingga pada tanggal 31 Agustus 1801, ekspedisi yang
dibawa Napoleon meninggalkan Mesir. Meskipun masa penguasaan Napoleon atas
Mesir hanya berlangsung sekitar tiga tahun, namun pengaruhnya sangat banyak
bagi kehidupan di Mesir. Dalam ekspedisi Napoleon terdapat 167 ahli dalam
berbagai bidang pengetahuan. Napoleon juga membawa dua set mesin cetak
dengan huruf latin, Arab dan Yunani. Untuk kepentingan ilmu pengetahuan, Napoleon
membentuk lembaga ilmiah yang diberi nama “Institut de Egypte” di dalamnya
terdapat empat bidang pengetahuan yaitu ilmu pasti, ilmu alam, ekonomi, politik
dan sastra dan seni.[6]
Di lembaga ini
ditemukan beberpa perlengkapan-perlengkapan ilmiah yang belum dimiliki oleh
masyarakat Mesir ketika itu, seperti mesin cetak, teleskop, mikroskop, dan
alat-alat untuk percobaan kimiawi. Napoleon juga memperkenankan ulama-ulama
Mesir untuk berkunjung ke lembaga tersebut. Salah seorang di antara ulama dari
Al Azhar yang pernah mengunjungi lembaga ini adalah Abdur Rahman Al Jabarti.
Beliau amat kagum terhadap apa yang dilihatnya di lembaga tersebut. Perpustakan
yang memuat beraneka macam buku-buku agama dalam bahasa Arab, Parsi, dan Turki
serta berbagai alat ilmiah lainnya.[7]
Hal inilah yang
membuka mata para pemikir-pemikir Islam untuk melakukan perubahan meninggalkan
keterbelakangan menuju modernisasi di berbagai bidang khususnya bidang
pendidikan. Upaya pembaharuan dipelopori oleh Muhammad Ali Pasya, Al Tahtawi,
Muhammad Abduh dan kemudian diikuti oleh pemikir-pemikir lainnya.
B. Tokoh-tokoh Pembaharun dan Pemikirannya dalam Bidang Pendidikan
Islam di Mesir
Berikut
penulis memaparkan mengenai tokoh-tokoh pembaharuan dan pemikirannya dalam
bidang pendidikan Islam di Mesir, yaitu sebagai berikut:
1. Muhammad
Ali Pasha (1765-1849 M)
a. Biografi
Muhammad Ali Pasha
Muhammad
Ali Pasya adalah orang kelahiran Turki. Dia bekerja sebagai pemungut pajak. Karena
prestasi kerjanya yang baik ia menjadi kesayangan Gubernur setempat dan
kemudian menjadi menantu Gubernur tersebut. Kemudian dia menjadi anggota
militer dan menunjukkan kecakapan dalam menjalankan tugas dan diangkat menjadi
perwira. Dia adalah salah satu perwira yang turut dikirim ke Mesir untuk
menghadapi tentara Napoleon. Dalam pertempuran dengan tentara Napoleon tahun
1801, Muhammad Ali Pasya menununjukan keberanian yang luar biasa dan diangkat
menjadi kolonel.[8]
Setelah ekspedisi Napoleon Bonaparte, muncul dua
kekuatan besar di Mesir yakni kubu Khursyid Pasya dan kubu Mamluk. Muhammad Ali
mengadu domba kedua kubu tersebut, dan akhirnya berhasil menguasai Mesir.
Rakyat semakin simpati dan mengangkatnya sebagai wali di Mesir.
[9]
Posisi inilah kemudian memungkinkan beliau melakukan
perubahan yang berguna bagi masyarakat Mesir.
a.
Ide-ide Pembaharuan Muhammad Ali Pasya
Salah satu bidang yang menjadi sentral
pembaruannya adalah bidang bidang militer dan bidang-bidang yang bersangkutan
dengan bidang militer, termasuk pendidikan. Kemajuan di bidang ini tidak
mungkin dicapai tanpa dukungan ilmu pengetahuan modern.
[10]
Atas dasar inilah sehingga perhatian di bidang pendidikan mendapat prioritas
utama.
Sungguhpun Muhammad Ali Pasya tidak pandai
baca tulis, tetapi ia memahami betapa pentingnya arti pendidikan dan ilmu
pengetahuan untuk kemajuan suatu negara. Ini terbukti dengan dibentuknya
Kementerian Pendidikan untuk pertama kalinya di Mesir dibuka sekolah militer
(1815 M), sekolah teknik (1816 M), sekolah ketabibab (1836 M), dan sekolah
penerjemahan (1836 M). Selain mendirikan sekolah beliau juga mengirim
pelajar-pelajar ke Eropa terutama ke Paris + 300 orang. Setelah mereka
kembali ke Mesir diberi tugas menerjemahkan buku-buku Eropa ke dalam bahasa
Arab, di samping mengajar di sekolah-sekolah yang ada di Mesir.Muhammad
Ali Pasya tidak hanya menerapkan corak dan medel pendidikan Barat, tapi juga
mempercayakan pendidikan kepada orang Barat, bahkan gurunya kebanyakan
didatangkan dari Eropa.[11]
Walaupun
Muhammad Ali tidak pandai baca tulis, akan tetapi pemikirannya dan
antisipasinya jauh ke depan. Ia menyadari bahwa timur di kala itu jauh
ketinggalan dari dunia barat dalam segala bidang ilmu pengetahuan dan faktor
penyebab utama adalah pendidikan8 Muhammad Ali sangat menyadari pentingnya arti
pendidikan dan ilmu pengetahuan bagi kemajuan bangsa. Untuk itu, Ali membuka
kantor Kementrian Pendidikan dan berbagi lembaga pendidikan, seperti
sekolah-sekolah. Antara lain adalah Sekolah Teknik (1816), Sekolah Kedokteran
(1827), Sekolah Apoteker (1829), Sekolah Pertambangan (1834), Sekolah Pertanian
(1836), Sekolah Penerjemah (1836) yang dikepalai oleh al-Tahtawi. Dari
buku-buku yang diterjemahkan oleh sekolah penejemah itulah orang-orang Mesir
mengenal Barat dan Filsafat Yunani serta ajaran tentang kebebesan berfikir.
Bagian penerjemah terbagi menjadi empat bidang, yaitu ilmu pasti, ilmu kedokteran,
ilmu fisika dan ilmu sastra.
Kurikulum-kurikulum
pendidikan dirombak dan beberapa mata pelajaran menyesuaikan diri sesuai
kebutuhan waktu itu. Beberapa tambahan mata pelajaran umum tadinya tidak
dirumuskan termasuk mempelajari secara intensif bahasa Eropa menjadi kewajiban
di sekolah-sekolah menengah. Begitu juga sepesialis keahlian dibidang-bidang
terapan mengalami penekanan yang makin penting. Langkah-langkah Muhammad Ali
Pasya tersebut sangat baru bagi rakyat Mesir tentu saja mereka menyambut dengan
gembira. Apalagi banyak pemuda cerdik dan pandai banyak yang dikirim ke Barat
dalam usaha mempelajari bahasa eropa dan metode penerjemahan. Disamping
tenaga-tenaga dari Mesir sendiri, sekolahsekolah ini juga mendatangkan pengajar
Eropa. Metode pengajarannyapun menggunakan metode pengajaran modern. Disamping
itu antara tahun 1813- 1849, Muhammad Ali telah mengirim 311 pelajar Mesir
untuk belajar di Italia, Perancis, Inggris dan Austria. Bahkan di Paris,
Prancis, Ali Pasya mendirikan sebuah asrama untuk menampung pelajar-pelajar
Mesir yang sedang menuntut ilmu disana. Mereka terutama mempelajari ilmu-ilmu
kemiliteran darat dan laut, juga arsitek, kedokteran dan farmasi. Mereka tidak
diperbolehkan mempelajari ilmu politik, karena Ali Pasya tetap menghendaki kekuasaan
ada ditangannya. Suatu saat, sekembalinya mereka ke Mesir, merekalah yang
menjadi agen-agen pembaharuan dan pembangunan di Mesir.
Usaha-usaha
pembaharuan Muhammad Ali Pasya inilah yang berhasil membawa Mesir menuju sebuah
negara modern. Berkat jasajasanya inilah, Ali Pasya pun di beri gelar The
Founder of Modern Egypt (Bapak Pembaharuan Mesir Modern). Sepintas pembaharuan
yang dilakukan Muhammad Ali Pasya hanya berupa keduniawian saja.Namun dengan
terangkatnya kehidupan dunia umat Islam, sekaligus terangkat pula derajat
keagamaannya.Pembaharuan yang dilakukan Muhamma Ali Pasya merupakan landasan
pemikiran dan pembaharuan selanjutnya. Pembaharuan Muhammad Ali dilanjutkan
oleh Tahtawi, Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan murid-murid
Muhammad Abduh lainnya.
C. Inovasi Pendidikan
Pembaharuan
pendidikan di Mesir tidaklah terjadi dalam kevakuman kebudayaan dan peradaban
masyarakatnya.Akan tetapi karena adanya kontak yang terjadi antara masyarakat
Mesir dengan peradaban Barat Modern selama pendudukan Napoleon dari Perancis
yang menyadarkan mereka atas kemundurannya.
a. Sekolah
Modern
Muhammad Ali
Pasya, pemimpin Mesir ketika itu yakin percaya bahwa untuk membangun negri
Mesir dalam berbagai bidang sangat diperlukan ilmu-ilmu modern dan sains
sebagainya yang dikenal di Barat. Untuk itulah ia memodernisasikan lembaga
pendidikan Islam dengan mendirikan sekolah-sekolah dan memasukan ilmu-ilmu modern
dan sains kedalam kurikulumnya. Sekolah-sekolah inilah yang kemudian dikenal
sebagai sekolah modern di Mesir pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya.
Saat itu Mesir masih mempunyai sistem pendidikan tradisional yaitu kuttab,
masjid, madrasah dan jami‟ al-Azhar. Sementara itu ia melihat jika ia memasukan
kurikulum modern kedalam lembaga pendidikan tradisional tersebut maka sangat
sulit, oleh karena itulah ia mengambil jalan alternatif dengan cara mendirikan
sekolah modern disamping madrasah-madrasah tradisional yang telah ada pada masa
itu tetap berjalan.
Jika kita perhatikan sistem
pendidikannya, maka semua sekolah-sekolah yang didirikan oleh Muhammad Ali
Pasya adalah memiliki ciri sekolah modern. Maka pada pemerintahannya ada
dua jenis pendidikan yang menurutnya keduanya memiliki fungsi dan
peran berbeda dalam menunjang kemajuan dan
perkembangan Mesir saat itu. Sekolah tradisional adalah sekolah yang hanya
mempelajari ilmu agama yang alumninya tidak menguasai ilmu umum. Sedangkan
sekolah modern akan mengeluarkan alumni yang menguasai ilmu umum yang dapat
menstimulus perkembangan pembaharuan Mesir.
Bila dilihat pada jenisnya, maka hampir semua sekolah menengah modern tersebut di atas merupakan sekolah kejuaraan yang meliputi kejuaraan militer, teknik, pertanian, ekonomi, kedokteran dan administrasi yang bertujuan untuk mendidik tenaga-tenaga ahli Mesir dalam bidangnya masing-masing yang pada gilirannya nanti akan mengeluarkan alumnialumni yang dapat menggantikan tenaga-tenaga kerja asing yang dipakai selama ini. Hal itu berarti pendidikan di sekolah ini sudah mementingkan kepada kebutuhan masyarakat dan masa depan pelajar-pelajar sendiri. Karena dalam penyelenggaraannya, sekolah-sekolah modern tersebut masih belum sempurna, di sana-sini masih terdapat kekurangan, terutama dalam hal penyebarannya, jumlahnya yang belum berimbang dengan jumlah murid dan jenjang pendidikannya, maka pada tahun 1834 dibentuklah sebuah komisi pendidikan.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
data dan analisis di atas dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
- Muhammad
Ali Pasya adalah seorang tokoh pelopor pembaharuan pendidikan Islam di
Mesir. Yang melatarbelakangi pemikiran Ali Pasya adalah ketika ekspedisi
Napoleon di Mesir. Napoleon datang ke Mesir bukan hanya membawa tentara,
akan tetapi mereka juga membawa orang-orang yang ahli dalam berbagai
cabang ilmu pengetahuan dan membawa alat-alat modern seperti alat
percetakan. Maka dari itu, dengan adanya kontak yang terjadi antara rakyat
Mesir dengan peradaban Barat Modern selama pendudukan Napoleon dari
Perancis menyadarkan umat Islam di Mesir atas kemundurannya dan ketertinggalannya
dalam segala bidang.
- Usaha
pembaharuan dimulai oleh Muhammad Ali Pasya (1765-1848 M), seorang perwira
Turki yang dapat merebut kekuasaan di daerah ini setelah tentara Perancis
kembali ke Eropa di tahun 1801. Muhammad Ali Pasya mengetahui bahwa
kekuasaanya hanya dapat dipertahankan dengan kekuasaan militer. Dibelakang
militer itu harus ada kekuatan ekonomi. Untuk memperkuat perekonomian ia
memperbaiki irigasi lama, membuat irigasi baru, penanaman kapas,
mendatangkan ahli dari eropa dan membuka sekolah pertanian pada tahun
1863. Kemudian tanah kaum Mamluk di rampas pemerintah, begitu pula dengan
tanah orang-orang kaya di Mesir karena Ali Pasya menganggap bila tanah
rakyat sudah di kuasai maka akan terjadi pengelolaan tunggal pertanian
yang merupakan tulang punggung pertanian Mesir saat itu.
- Dengan usaha-usaha pembaharuannya Muhammad Ali Pasya berhasil membawa Mesir menuju sebuah negara modern. Berkat jasa-jasa inilah, Ali Pasya pun diberi gelar The Founder of Modern Egypt (Bapak Pembaharuan Mesir Modern). Pembaharuan yang dilakukan Muhammad Ali Pasya merupakan landasan pemikiran dan pembaharuan selanjutnya.
Abdurrahman, Dudung. Sejarah Pendidikan Islam. Jogjakarta: LESFI, 2004
Andik Wahyun Muqoyyidin, “Pembaruan Pendidikan Islam di Mesir,” dalam Hunafa: Jurnal Hunafa, Vol. XXVIII No. 2 2013/1434.
Asmuni, M. Yusran. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam. Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada 2008.
Daulay, Haidar Putra. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994.
Jamil Ahmad, Hundred Great Muslims, diterjemahkan oleh Pustaka Firdaus dengan judul Seratus Tokoh Muslim Terkemuka. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996.
Munir, A dan Sudarsono, Aliran Modern dalam Islam. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1994.
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencaa Prenada Media, 2011.
Ramayulis. SejarahPendidikan Islam. Jakarta: KalamMulia, 2011.
Sani, Abdul. Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.
Suwendi. Sejarah dan Pemikiran Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Shihab, M. Quraish. Studi Kritis Tafsir Al-manar. Bandung: Pustaka Hidayah, 1994.
Tim Penyusun Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Alauddin. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1993.
Yatim, Badria. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2004.
[1]Haidar
Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), h. 39.
[5]Andik Wahyun Muqoyyidin, “Pembaruan Pendidikan Islam
di Mesir,” dalam Hunafa: Jurnal Hunafa, Vol.
XXVIII No. 2 2013/1434.