Minggu, 20 November 2022

PEMIKIRAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ALI PASYA, (PEMIKIR PENDIDIKAN ISLAM DARI MESIR)

 Dr. (Can), Ebing Karmiza, S.Ud, M.Si

BAB I
PENDAHULUAN 

             Pembaharuan pemikiran Islam di Mesir baik dalam bidang agama, sosial, pendidikan diawali dan dilatarbelakangi oleh kedatangan Napoleon Bonaparte pada tahun 1798 M. Dalam tempo lebih kurang tiga minggu Napoleon dapat menaklukan Mesir. Kedatangan Napoleon ke Mesir tidak hanya membawa pasukan, ia juga membawa sejumlah ilmuan dalam berbagai bidang. Dalam rombongan terdapat 500 orang sipil dan 500 orang wanita. Di antara kaum sipil tersebut terdapat 167 ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Beliau juga membawa dua set alat percetakan huruf latin, Arab, dan Yunani.[1] Dengan demikian, misinya tersebut bukan hanya saja untuk kepentingan militer tetapi juga untuk kepentingan ilmiah.

            Napoleon Bonaparte menguasai Mesir sejak tahun 1798 M. Ini merupakan momentum baru bagi sejarah umat Islam, khususnya di Mesir yang menyebabkan bangkitnya kesadaran akan kelemahan dan keterbelakangan mereka. Kehadiran Napoleon Bonaparte di samping membawa pasukan yang kuat, juga membawa para ilmuwan dengan seperangkat peralatan ilmiah untuk mengadakan penelitian.[2] Hal inilah yang membuka mata para pemikir-pemikir Islam untuk melakukan perubahan meninggalkan keterbelakangan menuju modernisasi di berbagai bidang khususnya bidang pendidikan. Upaya pembaharuan dipelopori oleh Muhammad Ali Pasya, kemudian diikuti oleh pemikir-pemikir lainnya.

            Untuk lebih memahami pemikiran pendidikan Islam pada masa pembaharuan Islam di Mesir, penulis dalam makalah ini akan memaparkan tentang latar belakang timbulnya pembaharuan pemikiran pendidikan Islam di Mesir, tokoh-tokoh penggagas dan pemikirannya dan sistem pendidikan di Mesir pada masa pembaharuan

 BAB II

PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Munculnya Pembaharuan di Mesir

Mesir sebelum dikuasai oleh Napoleon berada dibawah kekuasaan kerajaan Turki Usmani. Meskipun begitu, karena semakin melemahnya kekuasaan sultan-sultan di kerajaan Turki Usmani, Mesir melepaskan diri dari kekuasaan yang berpusat di Istambul dan menjadi daerah otonom. Kerajaan Turki Usmani masih mengirim pasya Turki ke Kairo sebagai wakil dalam memerintah daerah ini, namun kekuasaan sebenarnya ada dibawah kendali kaum Mamluk.[3]

Kaum Mamluk berasal dari budak-budak yang dibeli di Kaukasus,suatu daerah pegunungan yang terletak di batasan antara Rusia dan Turki. Mereka dibawa ke Istambul atau ke Kairo untuk diberi didikan militer. Dalam perkembangan selajutnya kedudukan mereka meningkat. Di antaranya ada yang dapat mencapai jabatan militer tertinggi.[4]

Pemimpin mereka disebut Syekh Al Balad, namun karena mereka bertabiat kasar dan biasanya berbahasa Turki dan tidak bisa berbahasa Arab, hubungannya dengan rakyat tidak begitu baik. Hal ini salah satu faktor yang menyebabkan mudahnya tentara Napoleon menguasai daerah Mesir. Perancis waktu itu adalah sebuah negara yang cukup besar dan menjadi saingan Inggris.Tujuan Napoleon menguasai Mesir adalah untuk memutus hubungan Inggris dan India. Di samping itu Mesir adalah daerah yang cukup baik untuk memasarkan hasil produksi Perancis. Napoleon juga mempunyai misi pribadi untuk mengikuti jejak Alexander yang pernah berhasil menguasai Eropa dan Asia sampai ke India.

Napoleon mendarat di Alexandria pada tanggal 2 Juni 1798 M, dan esok harinya kota pelabuhan ini dapat dikuasai. Tiga minggu setelahnya, Napolen dapat menguasai Mesir. Kaum Mamluk lari ke Kairo, namun karena tidak mendapat sokongan dari rakyat, mereka lari ke Mesir selatan. Setelah menguasai Mesir, Napoleon menyerang Palestina. Akan tetapi setelah sampai di Palestina ternyata sedang berjangkit penyakit kolera, sehingga banyak tentara Perancis yang meninggal dunia.[5]

Napoleon meninggalkan Mesir pada 18 Agustus 1799 dan ekspedisi yang dibawanya ditinggalkan di bawah pimpinan Jendral Kleber. Dalam pertempuran yang terjadi dengan armada Inggris, tentara Perancis mengalami kekalahan, sehingga pada tanggal 31 Agustus 1801, ekspedisi yang dibawa Napoleon meninggalkan Mesir. Meskipun masa penguasaan Napoleon atas Mesir hanya berlangsung sekitar tiga tahun, namun pengaruhnya sangat banyak bagi kehidupan di Mesir. Dalam ekspedisi Napoleon terdapat 167 ahli dalam berbagai bidang pengetahuan. Napoleon juga membawa dua set mesin cetak  dengan huruf latin, Arab dan Yunani. Untuk kepentingan ilmu pengetahuan, Napoleon membentuk lembaga ilmiah yang diberi nama “Institut de Egypte” di dalamnya terdapat empat bidang pengetahuan yaitu ilmu pasti, ilmu alam, ekonomi, politik dan sastra dan seni.[6]

Di lembaga ini ditemukan beberpa perlengkapan-perlengkapan ilmiah yang belum dimiliki oleh masyarakat Mesir ketika itu, seperti mesin cetak, teleskop, mikroskop, dan alat-alat untuk percobaan kimiawi. Napoleon juga memperkenankan ulama-ulama Mesir untuk berkunjung ke lembaga tersebut. Salah seorang di antara ulama dari Al Azhar yang pernah mengunjungi lembaga ini adalah Abdur Rahman Al Jabarti. Beliau amat kagum terhadap apa yang dilihatnya di lembaga tersebut. Perpustakan yang memuat beraneka macam buku-buku agama dalam bahasa Arab, Parsi, dan Turki serta berbagai alat ilmiah lainnya.[7]

Hal inilah yang membuka mata para pemikir-pemikir Islam untuk melakukan perubahan meninggalkan keterbelakangan menuju modernisasi di berbagai bidang khususnya bidang pendidikan. Upaya pembaharuan dipelopori oleh Muhammad Ali Pasya, Al Tahtawi, Muhammad Abduh dan kemudian diikuti oleh pemikir-pemikir lainnya.

B.     Tokoh-tokoh Pembaharun dan Pemikirannya dalam Bidang Pendidikan Islam di Mesir 

           Berikut penulis memaparkan mengenai tokoh-tokoh pembaharuan dan pemikirannya dalam bidang pendidikan Islam di Mesir, yaitu sebagai berikut:

1.    Muhammad Ali Pasha (1765-1849 M)

a.    Biografi Muhammad Ali Pasha

Muhammad Ali Pasya adalah orang kelahiran Turki. Dia bekerja sebagai pemungut pajak. Karena prestasi kerjanya yang baik ia menjadi kesayangan Gubernur setempat dan kemudian menjadi menantu Gubernur tersebut. Kemudian dia menjadi anggota militer dan menunjukkan kecakapan dalam menjalankan tugas dan diangkat menjadi perwira. Dia adalah salah satu perwira yang turut dikirim ke Mesir untuk menghadapi tentara Napoleon. Dalam pertempuran dengan tentara Napoleon tahun 1801, Muhammad Ali Pasya menununjukan keberanian yang luar biasa dan diangkat menjadi kolonel.[8]

Setelah ekspedisi Napoleon Bonaparte, muncul dua kekuatan besar di Mesir yakni kubu Khursyid Pasya dan kubu Mamluk. Muhammad Ali mengadu domba kedua kubu tersebut, dan akhirnya berhasil menguasai Mesir. Rakyat semakin simpati dan mengangkatnya sebagai wali di Mesir. [9]

Posisi inilah kemudian memungkinkan beliau melakukan perubahan yang berguna bagi masyarakat Mesir.

a.     Ide-ide Pembaharuan Muhammad Ali Pasya

           Salah satu bidang yang menjadi sentral pembaruannya adalah bidang bidang militer dan bidang-bidang yang bersangkutan dengan bidang militer, termasuk pendidikan. Kemajuan di bidang ini tidak mungkin dicapai tanpa dukungan ilmu pengetahuan modern. [10] Atas dasar inilah sehingga perhatian di bidang pendidikan mendapat prioritas utama.

           Sungguhpun Muhammad Ali Pasya tidak pandai baca tulis, tetapi ia memahami betapa pentingnya arti pendidikan dan ilmu pengetahuan untuk kemajuan suatu negara. Ini terbukti dengan dibentuknya Kementerian Pendidikan untuk pertama kalinya di Mesir dibuka sekolah militer (1815 M), sekolah teknik (1816 M), sekolah ketabibab (1836 M), dan sekolah penerjemahan (1836 M). Selain mendirikan sekolah beliau juga mengirim pelajar-pelajar ke Eropa terutama ke Paris + 300 orang. Setelah mereka kembali ke Mesir diberi tugas menerjemahkan buku-buku Eropa ke dalam bahasa Arab, di samping mengajar di sekolah-sekolah yang ada di Mesir.Muhammad Ali Pasya tidak hanya menerapkan corak dan medel pendidikan Barat, tapi juga mempercayakan pendidikan kepada orang Barat, bahkan gurunya kebanyakan didatangkan dari Eropa.[11]

Walaupun Muhammad Ali tidak pandai baca tulis, akan tetapi pemikirannya dan antisipasinya jauh ke depan. Ia menyadari bahwa timur di kala itu jauh ketinggalan dari dunia barat dalam segala bidang ilmu pengetahuan dan faktor penyebab utama adalah pendidikan8 Muhammad Ali sangat menyadari pentingnya arti pendidikan dan ilmu pengetahuan bagi kemajuan bangsa. Untuk itu, Ali membuka kantor Kementrian Pendidikan dan berbagi lembaga pendidikan, seperti sekolah-sekolah. Antara lain adalah Sekolah Teknik (1816), Sekolah Kedokteran (1827), Sekolah Apoteker (1829), Sekolah Pertambangan (1834), Sekolah Pertanian (1836), Sekolah Penerjemah (1836) yang dikepalai oleh al-Tahtawi. Dari buku-buku yang diterjemahkan oleh sekolah penejemah itulah orang-orang Mesir mengenal Barat dan Filsafat Yunani serta ajaran tentang kebebesan berfikir. Bagian penerjemah terbagi menjadi empat bidang, yaitu ilmu pasti, ilmu kedokteran, ilmu fisika dan ilmu sastra.

Kurikulum-kurikulum pendidikan dirombak dan beberapa mata pelajaran menyesuaikan diri sesuai kebutuhan waktu itu. Beberapa tambahan mata pelajaran umum tadinya tidak dirumuskan termasuk mempelajari secara intensif bahasa Eropa menjadi kewajiban di sekolah-sekolah menengah. Begitu juga sepesialis keahlian dibidang-bidang terapan mengalami penekanan yang makin penting. Langkah-langkah Muhammad Ali Pasya tersebut sangat baru bagi rakyat Mesir tentu saja mereka menyambut dengan gembira. Apalagi banyak pemuda cerdik dan pandai banyak yang dikirim ke Barat dalam usaha mempelajari bahasa eropa dan metode penerjemahan. Disamping tenaga-tenaga dari Mesir sendiri, sekolahsekolah ini juga mendatangkan pengajar Eropa. Metode pengajarannyapun menggunakan metode pengajaran modern. Disamping itu antara tahun 1813- 1849, Muhammad Ali telah mengirim 311 pelajar Mesir untuk belajar di Italia, Perancis, Inggris dan Austria. Bahkan di Paris, Prancis, Ali Pasya mendirikan sebuah asrama untuk menampung pelajar-pelajar Mesir yang sedang menuntut ilmu disana. Mereka terutama mempelajari ilmu-ilmu kemiliteran darat dan laut, juga arsitek, kedokteran dan farmasi. Mereka tidak diperbolehkan mempelajari ilmu politik, karena Ali Pasya tetap menghendaki kekuasaan ada ditangannya. Suatu saat, sekembalinya mereka ke Mesir, merekalah yang menjadi agen-agen pembaharuan dan pembangunan di Mesir.

Usaha-usaha pembaharuan Muhammad Ali Pasya inilah yang berhasil membawa Mesir menuju sebuah negara modern. Berkat jasajasanya inilah, Ali Pasya pun di beri gelar The Founder of Modern Egypt (Bapak Pembaharuan Mesir Modern). Sepintas pembaharuan yang dilakukan Muhammad Ali Pasya hanya berupa keduniawian saja.Namun dengan terangkatnya kehidupan dunia umat Islam, sekaligus terangkat pula derajat keagamaannya.Pembaharuan yang dilakukan Muhamma Ali Pasya merupakan landasan pemikiran dan pembaharuan selanjutnya. Pembaharuan Muhammad Ali dilanjutkan oleh Tahtawi, Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan murid-murid Muhammad Abduh lainnya.

C.    Inovasi Pendidikan

Pembaharuan pendidikan di Mesir tidaklah terjadi dalam kevakuman kebudayaan dan peradaban masyarakatnya.Akan tetapi karena adanya kontak yang terjadi antara masyarakat Mesir dengan peradaban Barat Modern selama pendudukan Napoleon dari Perancis yang menyadarkan mereka atas kemundurannya.

 

a.       Sekolah Modern

Muhammad Ali Pasya, pemimpin Mesir ketika itu yakin percaya bahwa untuk membangun negri Mesir dalam berbagai bidang sangat diperlukan ilmu-ilmu modern dan sains sebagainya yang dikenal di Barat. Untuk itulah ia memodernisasikan lembaga pendidikan Islam dengan mendirikan sekolah-sekolah dan memasukan ilmu-ilmu modern dan sains kedalam kurikulumnya. Sekolah-sekolah inilah yang kemudian dikenal sebagai sekolah modern di Mesir pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya. Saat itu Mesir masih mempunyai sistem pendidikan tradisional yaitu kuttab, masjid, madrasah dan jami‟ al-Azhar. Sementara itu ia melihat jika ia memasukan kurikulum modern kedalam lembaga pendidikan tradisional tersebut maka sangat sulit, oleh karena itulah ia mengambil jalan alternatif dengan cara mendirikan sekolah modern disamping madrasah-madrasah tradisional yang telah ada pada masa itu tetap berjalan.   
            Jika kita perhatikan sistem pendidikannya, maka semua sekolah-sekolah yang didirikan oleh Muhammad Ali Pasya adalah memiliki ciri sekolah modern. Maka pada pemerintahannya ada dua jenis pendidikan yang menurutnya keduanya memiliki fungsi dan peran berbeda dalam menunjang kemajuan dan perkembangan Mesir saat itu. Sekolah tradisional adalah sekolah yang hanya mempelajari ilmu agama yang alumninya tidak menguasai ilmu umum. Sedangkan sekolah modern akan mengeluarkan alumni yang menguasai ilmu umum yang dapat menstimulus perkembangan pembaharuan Mesir.

 

Bila dilihat pada jenisnya, maka hampir semua sekolah menengah modern tersebut di atas merupakan sekolah kejuaraan yang meliputi kejuaraan militer, teknik, pertanian, ekonomi, kedokteran dan administrasi yang bertujuan untuk mendidik tenaga-tenaga ahli Mesir dalam bidangnya masing-masing yang pada gilirannya nanti akan mengeluarkan alumnialumni yang dapat menggantikan tenaga-tenaga kerja asing yang dipakai selama ini. Hal itu berarti pendidikan di sekolah ini sudah mementingkan kepada kebutuhan masyarakat dan masa depan pelajar-pelajar sendiri. Karena dalam penyelenggaraannya, sekolah-sekolah modern tersebut masih belum sempurna, di sana-sini masih terdapat kekurangan, terutama dalam hal penyebarannya, jumlahnya yang belum berimbang dengan jumlah murid dan jenjang pendidikannya, maka pada tahun 1834 dibentuklah sebuah komisi pendidikan.

 BAB III

KESIMPULAN 

Berdasarkan data dan analisis di atas dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:

  1. Muhammad Ali Pasya adalah seorang tokoh pelopor pembaharuan pendidikan Islam di Mesir. Yang melatarbelakangi pemikiran Ali Pasya adalah ketika ekspedisi Napoleon di Mesir. Napoleon datang ke Mesir bukan hanya membawa tentara, akan tetapi mereka juga membawa orang-orang yang ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan membawa alat-alat modern seperti alat percetakan. Maka dari itu, dengan adanya kontak yang terjadi antara rakyat Mesir dengan peradaban Barat Modern selama pendudukan Napoleon dari Perancis menyadarkan umat Islam di Mesir atas kemundurannya dan ketertinggalannya dalam segala bidang.
  2. Usaha pembaharuan dimulai oleh Muhammad Ali Pasya (1765-1848 M), seorang perwira Turki yang dapat merebut kekuasaan di daerah ini setelah tentara Perancis kembali ke Eropa di tahun 1801. Muhammad Ali Pasya mengetahui bahwa kekuasaanya hanya dapat dipertahankan dengan kekuasaan militer. Dibelakang militer itu harus ada kekuatan ekonomi. Untuk memperkuat perekonomian ia memperbaiki irigasi lama, membuat irigasi baru, penanaman kapas, mendatangkan ahli dari eropa dan membuka sekolah pertanian pada tahun 1863. Kemudian tanah kaum Mamluk di rampas pemerintah, begitu pula dengan tanah orang-orang kaya di Mesir karena Ali Pasya menganggap bila tanah rakyat sudah di kuasai maka akan terjadi pengelolaan tunggal pertanian yang merupakan tulang punggung pertanian Mesir saat itu.
  3. Dengan usaha-usaha pembaharuannya Muhammad Ali Pasya berhasil membawa Mesir menuju sebuah negara modern. Berkat jasa-jasa inilah, Ali Pasya pun diberi gelar The Founder of Modern Egypt (Bapak Pembaharuan Mesir Modern). Pembaharuan yang dilakukan Muhammad Ali Pasya merupakan landasan pemikiran dan pembaharuan selanjutnya.
 DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung.  Sejarah Pendidikan Islam. Jogjakarta: LESFI, 2004

Andik Wahyun Muqoyyidin, “Pembaruan Pendidikan Islam di Mesir,” dalam        Hunafa: Jurnal Hunafa, Vol. XXVIII No. 2 2013/1434.

Asmuni, M. Yusran. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan         dalam Dunia Islam. Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada 2008. 

Daulay, Haidar Putra. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di             Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van    Hoeve, 1994.

Jamil Ahmad, Hundred Great Muslims, diterjemahkan oleh Pustaka Firdaus          dengan judul Seratus Tokoh Muslim Terkemuka. Jakarta: Pustaka Firdaus,           1996.      

Munir, A dan Sudarsono, Aliran Modern dalam Islam. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994.

Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1994.

Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencaa Prenada Media, 2011.

Ramayulis. SejarahPendidikan Islam. Jakarta: KalamMulia, 2011.

Sani, Abdul. Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam.     Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.

Suwendi.  Sejarah dan Pemikiran Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Shihab, M. Quraish. Studi Kritis Tafsir Al-manar. Bandung: Pustaka Hidayah,       1994.          

Tim Penyusun Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Alauddin. Sejarah            dan Kebudayaan Islam. Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1993.        

Yatim, Badria. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2004.


                [1]Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), h. 39.

                [2]Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 28-33.

                [3]Ramayulis, SejarahPendidikan Islam (Jakarta: KalamMulia, 2011), h. 53.

                [4]Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, h. 29.

                [5]Andik Wahyun Muqoyyidin, “Pembaruan Pendidikan Islam di Mesir,” dalam  Hunafa: Jurnal Hunafa, Vol. XXVIII No. 2 2013/1434.

                [6]M.Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada 2008), h. 67.

                [7]Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesi, h. 40.

                [8]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), h. 98.

                [9]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencaa Prenada Media, 2011), h. 112.

                [10]Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, h.  36.

                [11]Ibid., h. 40.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar